Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengolah Limbah Plastik Jadi Batu Bata ala Siswa SD

22 April 2016   15:05 Diperbarui: 4 April 2017   18:12 2561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Batasam buatan siswa SD Negeri Tegalwaton 03 (foto: dok pribadi)"][/caption]Saat pemerintah tengah berupaya keras mengurangi penggunaan kantong plastik, ternyata sejak setahun lalu, siswa-siswa SD Negeri 03 Tegalwaton, Tengaran, Kabupaten Semarang sudah melakukan terobosan. Mereka berinovasi menciptakan batu bata yang berasal dari limbah plastik.

Ide kreatif anak-anak SD ini, berawal dari rasa keperihatinan atas banyaknya limbah plastik yang terbawa air di jaringan irigasi. Di mana, air yang berpusat di Sendang Senjoyo tersebut, saban hari banyak dikunjungi warga. Celakanya, warga yang beraktivitas di lokasi, kerap berbuat seenaknya. Mereka membuang sampah plastik secara sembarangan hingga terbawa air menuju saluran irigasi.

Kebetulan, SD Negeri 03 Tegalwaton letak cukup dekat dengan Sendang Senjoyo. Banyaknya plastik akibat ulah pengunjung ini, membuat para siswa merasa prihatin. Mereka ingin berbuat sesuatu, namun kebingungan mencari cara agar limbah plastik tersebut bisa dimanfaatkan. Di tengah kegalauan itu, muncul salah satu guru bernama Sri Listiyanti yang mau menjadi pembimbing.

[caption caption="SD Negeri Tegalwaton 03, Tengaran, Kabupaten Semarang"]

[/caption]Melalui berulang kali uji coba, para siswa kelas IV, V, dan VI akhirnya sepakat memanfaatkan limbah plastik untuk diolah menjadi batu bata yang bisa dipergunakan sebagai material bangunan. “Namanya saja anak-anak, untuk uji cobanya ya harus puluhan kali dikerjakan,” kata Sri Listiyanti yang biasa disapa dengan panggilan Bu Sri ini.

Menurut Bu Sri, dalam pembuatan batu bata yang diberi nama batasam (batu bata sampah) ini, tahap awal adalah membakar limbah plastik menggunakan cara konvensional. Setelah pembakaran tuntas, abunya dikumpulkan hingga tak ada yang tercecer. Tahap selanjutnya menentukan komposisi campuran antara abu hasil pembakaran sampah plastik, pasir, dan semen dengan perbandingan 3:2:1. 

“Yang dimaksud 3:2:1 pengertiannya begini, tiga bagian abu sampah plastik, dua bagian pasir dan satu bagian semen sebagai perekat,” tutur Bu Sri.

[caption caption="Hasil produksi batasam ditumpuk sebelum digunakan (foto: dok pribadi)"]

[/caption]Setelah ketiga bahan dicampur dan diaduk rata, berikutnya ditambahkan air kemudian kembali diaduk hingga mirip adukan semen untuk memplester tembok.  Saat campuran telah siap, selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan yang dibuat dari papan. Hasilnya, terbentuk batu bata ukuran 21 cm X 11 cm dengan ketebalan 4 cm.

Hasil cetakan tinggal dijemur di bawah terik matahari, hal ini berbeda dengan pembuatan batu bata yang berbahan tanah liat yang usai dijemur harus melalui pembakaran. Sedangkan batasam, setelah mengering bisa langsung digunakan untuk material bangunan. Sementara ini, batasam produksi siswa sebatas dimanfaatkan guna kepentingan sekolahan.

“Pembuatan batasam ini kami masukkan dalam pelajaran muatan lokal, rata-rata per minggu  menghasilkan 80 buah batu bata yang kami gunakan sendiri untuk membuat taman di depan kelas IV, V, dan VI,” ungkap Bu Sri.

[caption caption="Tekstur dan tingkat kekerasannya lumayan (foto: dok pribadi)"]

[/caption]Dalam pengamatan saya, batasam buatan anak-anak SD secara kualitas relatif bagus. Hal itu mengingat apa yang mereka kerjakan tanpa dukungan seseorang yang menguasai perbataan. Mulai tingkat kekerasan hingga tekstur bata, sebenarnya sudah layak jual. Persoalannya menyangkut SDM dan institusi pendidikan yang tentunya diharamkan bergerak di bidang komersial.

Apa pun hasilnya, esensi produksi batasam ala SD Negeri Tegalwaton 03 ini hanya sekedar memberikan edukasi sejak dini bahwa keberadaan limbah plastik, bila ditangani dengan benar bisa mendatangkan manfaat. Tentunya, bukan berarti penggunaan kantong plastik boleh didongkrak. Sebagai orang yang peduli terhadap lingkungan, saya mengapresiasi apa yang telah dikerjakan bocah-bocah SD tersebut. Bagaimanapun, langkah kecil mereka semisal diikuti yang lain bakal mampu mengubah paradigma bahwa sampah plastik cuma menimbulkan pencemaran. Di tangan orang yang tepat, faktanya mampu diubah fungsinya. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun