Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Raibnya Pesona Air Terjun Umbul Songo Kopeng

28 Maret 2016   20:15 Diperbarui: 4 November 2017   13:18 3600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Air terjun Umbul Songo dari jarak 50 meter (foto: dok pribadi)

Sudah cukup lama tak mengunjungi lokasi wisata Air Terjun Umbul Songo (ATUS) yang terletak di Kopeng, Getasan, Kabupaten Semarang, akhirnya, Senin (28/3) siang, kesampaian juga bertandang ke sini. Ternyata, semua pesona yang ada di tengah hutan ini telah raib, berubah menjadi tempat yang terkesan angker.

Terakhir saya mengunjungi ATUS,  16 tahun lalu atau sekitar tahun 2000 an. Selain lokasinya indah, di hari biasa mau pun libur selalu dipadati wisatawan. Pk 14.00, saya bersama ibunya anak- anak, dengan mengendarai sepeda motor berniat bertandang kembali ke air terjun setinggi 50 an meter tersebut. Tak butuh tempo lama, perjalanan dari Salatiga ke Kopeng yang berjarak 15 kilo meter hanya makan waktu 15 menit. Kebetulan, cuaca cerah sehingga tidak ada hambatan.

Pintu gerbang ATUS kosong melompong (foto: dok pribadi)
Pintu gerbang ATUS kosong melompong (foto: dok pribadi)
Begitu tiba di pintu gerbang ATUS, saya agak heran, gardu tempat penjualan ticket masuk, kosong melompong. Tidak ada satu pun penjaga yang terlihat batang hidungnya. Saat baru didera rasa terheran- heran, muncul seorang laki- laki bernama Amin (40) warga Desa Batur, Getasan, Kabupaten Semarang. Ia menjelaskan, tak perlu bayar untuk masuk lokasi. “ Langsung masuk saja pak. Sekarang gratis,” ujarnya.

Ternyata Amin sehari- hari mencari nafkah dengan cara menyewakan tikar, menurutnya, untuk menuju ATUS, harus berjalan kaki 300 meter. Saya bersama mantan kekasih langsung menurutinya, kami berjalan menuruni jalan setapak yang sebagian suda diplester semen. Sementara di belakang kami, Amin mengikuti sembari menenteng tikar. Mungkin ia pikir kami adalah pasangan yang tengah mencari tempat sepi.

Jalan setapak menuju lokasi ATUS (foto: dok pribadi)
Jalan setapak menuju lokasi ATUS (foto: dok pribadi)
Menuruni anak tangga yang menurun, saya beberapa kali nyaris terpeleset. Penyebabnya, permukaannya licin akibat lumut. Mantan pacar saya malah tertawa- tawa melihat saya hampir terjatuh. Kanan kiri penuh pepohonan lebat, ada nuansa angker. “ Setelah tidak dikelola Perhutani, tempat ini jadi tidak terurus pak,” kata Amin sembari menambahkan bahwa ATUS sekarang dikelola Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGB).

Sepi Pengunjung

Melewati tangga menurun yang kira- kira jauhnya hampir 150 meter, akhirnya tiba di jembatan bambu sepanjang 6 meter. Setelah itu, gantian jalan menanjak naik. Aduh ! Ngos- ngosan juga dibuatnya. Sebaliknya, ibunya anak- anak yang saban pagi rutin jalan kaki, enak saja melahap tanjakan. Meski begitu, pemandangannya benar- benar sangat mempesona. Semua serba hijau dedaunan, rasanya adem. Hutan pinus dan belukar perdu, membuat kelelahan lenyap.

Harus melewati jembatan bambu dulu (foto: dok pribadi)
Harus melewati jembatan bambu dulu (foto: dok pribadi)
Baru beberapa meter melangkah, terlihat bangunan yang mangkrak. Ketika saya longok, ternyata merupakan kolam renang yang tak terurus. Airnya kering, kesan angker langsung menyergap benak. Genting- genting tempat berteduh banyak yang pecah, begitu pun ruangan ganti, seluruh kusennya keropos parah. “ Dulunya ya ramai pak. Kalau sekarang ya seperti itu,” jawab Amin saat saya tanya.

Kolam renang yang merana (foto: dok pribadi)
Kolam renang yang merana (foto: dok pribadi)
Berjalan hampir 150 meter sesudah jembatan bambu, akhirnya kami tiba di ATUS. Terlihat dua remaja berbeda jenis tengah bermain, ketika melihat kami, remaja pria langsung ngumpet. Entah apa yang mereka perbuat di lokasi yang teramat sangat sepi ini. Nampaknya, hanya Tuhan dan bangsa setan saja yang mengerti persis yang mereka lakukan.

Berada persis di bawah ATUS yang jatuh dari jarak  sekitar 25 meter, wow ! Benar- benar indah, ada gerimis kecil akibat pecahnya air yang meluncur deras ke bebatuan. Berada di ketinggian 1.450 meter dari permukaan laut, bisa dibayangkan dingin yang melekat di kulit. Untungnya, saya memakai jacket sehingga dinginnya udara dengan mudah dipatahkan. Sungguh, siapa pun bakal betah berlama- lama di sini. Ketika airnya saya manfaatkan membasuh wajah, rasanya segarrrrrr khas air pegunungan.

Mantan kekasih selfie (foto: dok pribadi)
Mantan kekasih selfie (foto: dok pribadi)
Anaknya mertua yang mengenakan sweater, tanpa menunggu lebih lama langsung berpose di bawah air terjun. Mirip orang yang kurang piknik, padahal, dalam seminggu, ia bisa dua atau tiga kali saya ajak Jalan- Jalan Siang (JJS) mau pun Jalan jalan Sore (JJS). Meski begitu, saya tetap menurutinya. Berulangkali saya ambil gambarnya. Hanya minta selfie aja tak dituruti, bagaimana kalau minta emas permata ? Malah repot saya nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun