[caption caption="Kompasiana (foto: dok kompasiana.com)"][/caption]Kendati sempat terseok- seok akhirnya Selasa (1/12) kemarin, mendekati 1 tahun menulis di Kompasiana, dari 357 tulisan yang tayang, artikel yang diganjar admin dengan label Head Line (HL) genap mencapai angka 100. Lega sudah, ternyata untuk mendapatkan stempel tersebut, susahnya setengah mati.
Prinsip rekan Kompasianer senior, yakni one day one article sebenarnya saya pegang erat saat mulai menulis di kompasiana tanggal 7 Desember 2014 lalu. Sayang, komitmen tersebut saya abaikan ketika terjadi migrasi dari Kompasiana versi lama ke Kompasiana baru. Saya sempat melakukan aksi mogok nulis, pasalnya ada ribuan jejak pembaca raib tanpa sebab, jujur saja perasaan saya geregetan berat.
Sekedar diketahui, saya mengenal tulis menulis hanya di Kompasiana, sebelumnya sama sekali tak mengenal dunia antah berantah tersebut. Berbeda dengan rekan Kompasianer lain yang sudah malang melintang sebagai bloger seperti pak Aldy, pak Johanes dan puluhan rekan lainnya. Keawaman ini, kerap menyulitkan saya dalam memilih materi artikel. Maklum, otak jarang dimanfaatkan untuk berfikir.
Hampir 3 minggu saya tak menulis apa pun, juga tidak pernah membuka Kompasiana. Hingga setelah bisa mendinginkan pikiran, saya kembali menulis dan tentunya untuk mengejar ketertinggalan selama 21 hari cukup kepontal- pontal. Terkait hal tersebut, kadang sehari saya posting dua atau tiga artikel agar istilah one day one article terlampui. Alhamdulillah, saat ini sudah mendekatinya.
Migrasi dari Kompasiana lama ke Kompasiana baru yang konon lebih menjanjikan, ternyata membawa konsekuensi tersendiri bagi saya. Label HL yang waktu perpindahan telah saya dapatkan sekitar 55 artikel, belakangan terasa berat untuk menempatkan tulisan di posisi tersebut. Terus terang, saya agak bingung dengan parameter seperti apa yang dipergunakan admin dalam menempatkan artikel yang berhak mendapatkan stempel HL.
Saya berupaya mempelajari selera admin dalam memilih artikel yang layak mendapatkan titel HL, sayangnya kendati terus saya telisik, tetap saja tak ketemu. Begitu pun untuk artikel Highlight (H), saya kerap dibuat terbingung- bingung. Beberapa artikel saya yang jelas- jelas dikerumuni pembaca, namun tak mendapatkan label apa pun. Karena memang kurang mengerti apa yang dimaui admin, akhirnya saya mengabaikan semua stempel (baca : teruslah-menulis-abaikan-label-highlight-dan-headline).
Tanpa Label Apa pun Menang Lomba
Tujuan saya menulis agar dibaca dan tentunya supaya bermanfaat, tetapi kalau mengantongi label H serta HL tapi sepi pembaca, lantas apa gunanya menulis. Banyak artikel saya yang mendapatkan stempel HL yang celakanya tak mengundang peminat, bahkan ketika Kompasiana berulangkali mengalami error, ada tulisan HL yang hanya dibaca 10 kali. Bahkan, artikel saya yang dalam tempo 23 jam disimak 113 ribu pembaca, mendadak angkanya lenyap jadi 1 (baca: pesawat-kompasiana-airlines-kerap-alami-turbulensi).
Beberapa kali saya menulis protes yang tentunya saya kemas dengan santun, hasilnya tidak signifikan, bahkan cenderung diabaikan. Fakta itu akhirnya membuat saya pesimis, terserah admin, mau diberi label H ya syukur, tak dilabeli juga bukan masalah. Distempel HL ya monggo, polosan pun sudah biasa. Meski saya punya target dalam setahun harus mengantongi 100 HL, tapi saya merasa stamina mulai menurun tajam. Sepertinya, target bakal meleset.
Perihal label H mau pun HL sendiri, sebenarnya tak penting- penting amat. Stempel tersebut hanya bagian dari apresiasi admin terhadap tulisan Kompasianer. Ada fakta unik, ketika Kompasiana menggelar lomba blog competition “ Karena Kompasiana, Saya……”. Secara iseng saya memposting artikel berjudul “Berkat kompasiana Saya Nyaris Celaka”, seperti biasa tulisan ini tidak diapresiasi admin. Jangankan HL, diberi label H pun enggan. Meski cukup banyak yang menyimaknya, namun diabaikan admin (baca : berkat-kompasiana-saya-nyaris-celaka).
Karena saya baru pertama kali mengikuti lomba di Kompasiana, saya sama sekali tak pernah berfikir bahwa artikel saya yang jauh dari rasa suka itu bakal memenangkan kompetisi. Apa lagi, tulisan itu tidak mendapatkan label apa pun dari admin. Ternyata, saat diumumkan, artikel ini bersama enam artikel Kompasianer lain berhasil memenangkan lomba. Terbukti kan, selera admin dengan selera juri lomba berbeda (baca : 7-pemenang-blog-competition-karena-kompasiana-saya).
Hingga memasuki bulan Oktober, tanpa saya sadari ternyata artikel- artikel yang saya posting dan memperoleh label HL mencapai 80 an. Saya kembali tertarik untuk mendongkrak angkanya menjadi 100 sebelum genap 1 tahun menulis di Kompasiana. Terkait hal tersebut, saya kembali mempelajari selera admin dalam penempatan sebuah tulisan ke kapling HL. Agak sedikit mengerti perihal parameternya, saya pun mulai melakukan pengejaran. Isu- isu politik saya abaikan, saya cenderung mengupas potensi daerah yang peluangnya menuju HL cukup besar.
Seperti saya sampaikan di awal tulisan, tanggal 7 Desember mendatang saya genap setahun menulis di Kompasiana. Target 365 artikel saya pastikan terpenuhi, sedang target 100 artikel HL, kemarin telah terealisasi. Ditambah 234 artikel berlabel H (pilihan), sepertinya ibarat anak SD, rapor saya tak jeblok- jeblok amat. Yang terakhir, saya sangat berharap rekan- rekan Kompasianer (muda) lainnya lebih getol menulis, untuk Kompasiana tentunya. Percayalah, anda juga bisa !(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H