Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Perbedaan JokoWi dengan Tony Abbott

19 April 2015   16:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:55 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14294352761148898912

[caption id="attachment_411162" align="aligncenter" width="624" caption="Tony Abbott Dengan Joko Wi (Foto: Dok Kompas)"][/caption]

Dieksekusinya dua TKW asal Indonesia, yakni Siti Zaenab dan Karni BT oleh Arab Saudi, diakui atau tidak merupakan salah satu bukti lemahnya komunikasi Presiden Joko Wi (dodo) terhadap negara lain. Bila jalinan komunikasi mulus, tak mungkin dua warga negara tersebut dicabut nyawanya tanpa pemberitahuan terlebih dulu.

Joko Widodo memang sah- sah saja berdalih bahwa nasib dua TKI yang terancam jiwanya sudah ditangani pihak Kementrian Luar Negri (Kemenlu). Namun, faktanya, ia cukup terkaget- kaget saat mendengar Siti Zaenab dan Karni BT secara diam- diam telah dieksekusi oleh algojo Arab Saudi. Di sini jelas penyebabnya, ada indikasi kurang optimalnya diplomasi yang dilakukan pihak Kemenlu.

Padahal, saat ini sedikitnya terdapat 229 TKI yang terancam kehilangan nyawanya. TKI-TKI tersebar diberbagai negara, sehingga bila komunikasi masih tetap didelegasikan pada Kemenlu, maka bisa dipastikan jumlah penduduk di Republik ini bakal berkurang. Sebab, produk diplomasi Kemenlu yang digawangi Retno Marsudi sudah terbukti, sukses merenggut nyawa dua TKW.

Berangkat dari hilangnya nyawa dua TKW di Arab Saudi, saya jadi teringat dengan Perdana Mentri Australia Tony Abbott. Di mana, untuk menyelamatkan nyawa dua orang warga negaranya, yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Tony melakukan berbagai cara agar dua warganya tersebut lolos dari eksekusi. Padahal, dua orang tersebut hanyalah pelaku kriminal yang jelas- jelas mencoreng nama Australia.

Kegigihan Tony Abbott dalam melakukan langkah- langkah diplomatik, sampai sekarang belum ada hasilnya. Bahkan, sikap dan ucapanan yang diperagakan Tony , belakangan malah menimbulkan cibiran di Indonesia.Sebab, ia mengungkit bantuan paska Tsunami di Aceh tahun 2004.

Selaku seorang Perdana Mentri, terlepas dari adanya unsur politis domestik, langkah Tony Abbott sebenarnya layak diapresiasi. Ia terus memperjuangkan nasib warganya kendati ekspektasinya mungkin agak berlebihan. Pertanyaannya, kenapa Joko Wi tak segigih Tony Abbott ? Mengapa ia hanya memberikan wewenang kepada Kemenlu ?

Susah untuk menjawabnya, yang mampu menjawab, sebenarnya adalah Joko Wi sendiri. Padahal, semisal Joko Wi mau mengikuti jejak Presiden Abdul Rachman Wahid yang turun langsung melakukan diplomasi dengan negara- negara sahabat, hasilnya cukup efektif. Setidaknya, negara yang akan mengeksekusi TKI jadi berfikir ulang.

Memang, kadang saya berfikir, apa yang berulangkali disampaikan politisi PDI Perjuangan Afendi Simbolon, sering mendekati kebenaran. Salah satunya, Afendi menyebut bahwa Joko Wi belum memiliki pengalaman di pentas politik nasional. Akibatnya, Joko Wi kerap tergagap- gagap ketika menghadapi intrik politik domestik. Meski begitu, saya memiliki pandangan yang agak berbeda dibanding Afendi Simbolon. Sebagai seorang Presiden, Joko Wi adalah reprensentasi kedaulatan atas 240 juta rakyat Indonesia. Ia harus berani menampilkan ketegasan dalam diplomasi terhadap negara mana pun.

Patriotisme yang ada pada diri Joko Wi harus mulai ditonjolkan, jangan sampai apa yang dilakukan Arab Saudi memiliki efek domino ke negara- negara lain. Sehingga, dengan seenaknya mengeksekusi para TKI. Sebab, regulasi perlindungan TKI, sebenarnya sudah tertuang pada UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri, di mana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2010 secara tegas telah diatur kewajiban pemerintah terhadap TKI.

Joko Wi memang bukan Tony Abbott yang dengan berbagai cara berupaya menyelamatkan nyawa dua warganya, kendati begitu, ada sisi positif yang bisa diambil pada diri Perdana Mentri Australia itu. Ia sangat agresif untuk mengupayakan keselamatan warganya, meski keduanya merupakan “sampah” masyarakat. Sepertinya sudah bukan saatnya Joko Wi tetap mendelegasikan diplomasi kepada Kemenlu, ia harus turun tangan sendiri. Dirinya perlu mengubah beleid diplomasinya. Ingat bung, nyawa 229 TKI sekarang ini tengah menunggu eksekusi. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun