Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Apa Bedanya Konvoi Moge dengan Gank Motor?

13 April 2015   03:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:11 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14288713971591922403

[caption id="attachment_409589" align="aligncenter" width="540" caption="Ilustrasi Konvoi Moge (Foto: Antara)"][/caption]

Dua kecelakaan lalu lintas akibat konvoi motor gede (Moge) jenis Harley Davidson di Ciamis dan Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (10/4) serta Sabtu (11/4) merenggut dua nyawa pengendara sepeda motor. Sementara satu orang pemboncengnya mengalami luka berat hingga harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Kejadian naas ini terjadi ketika para pecinta Harley Davidson yang nota bene merupakan orang- orang berduit akan ke Pangandaran dalam rangka “The 9th Memorial Wingday”.Berita yang cukup memperihatinkan tersebut saya lihat di program berita Kabar Indonesia TV One , Senin (13/4) pk 02.15 dini hari.

Terungkap bahwa Jumat, saat konvoi Moge akan ke Pangandaran, tepatnyaJalan Raya Banjarsari, Sukajadi, Pamarica, Kabupaten Ciamis, menghantam motor yang dikendarai pelajar SMA bernama Imas Pujasari. Akibat kerasnya benturan, akhirnya nyawa Imas tak mampu diselamatkan kendati sempat mendapat perawatan di Puskesmas terdekat.

Selang sehari setelah nyawa Imas melayang, pada saat konvoi Moge dalam perjalanan pulang dari Pangandaran, lagi- lagi kecelakaan serupa terjadi. Kali ini, menimpa Enjang Saefulloh. Enjang yang memboncengkan rekannya bernama Ifan Nugraha, digasak Harley Davidson yang dikendarai Prananta Afianto di jalur Gentong, Buniasih, Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya. Enjang yang mengendarai Yamaha F1ZR bernomor polisi Z 2382 KB, tewas di tempat kejadian perkara.

Sebagai pengguna jalan raya, saya sangat perihatin dengan adanya musibah- musibah tersebut. Kendati begitu, secara pribadi saya teramat sangat perihatin atas perilaku pemilik Moge yang tentunya didominasi oleh orang- orang berduit ini. Sepertinya, saat berada di jalanan, apa lagi dalam posisi konvoi, arogansi mereka lebih menonjol dibanding pengguna jalan lainnya.

Sudah puluhan kali saya berpapasan atau berbarengan dengan konvoi Moge, kesan bahwa rombongan Moge tersebut sangat arogan sulit saya hilangkan. Di mana, saat berpapasan, konvoi selalu melaju kencang dan cenderung meminta kendaraan dari arah berlawanan untuk menepi. Sebaliknya, ketika konvoi ada dibelakang, bisa dipastikan mereka akan membunyikan klaksonnya berulangkali sembari menyuruh kendaraan lain melambatkan lajunya.

Dengan perilaku seperti itu, saya jadi teringat adanya konvoi gank motor yang didominasi remaja tanggung. Sembari memainkan gas motornya, anak- anak yang status sosialnya beragam ini juga menjadi “penguasa” jalanan. Siapa pun yang menghalangi lajunya, bakal bermasalah. Pertanyaan saya, apa bedanya konvoi Moge dan konvoi gank motor ?

Nampaknya perbedaannya hanya tipis. Kalau konvoi Moge biasanya mendapat pengawalan dari pihak kepolisian, sedang konvoi gank motor ketika bertemu dengan patroli kepolisian langsung dibubarkan. Bahkan, kalau lagi apes, mereka bakal ditangkapi untuk mengetahui kelengkapan surat- surat kendaraannya.

Proses Hukum Jalan Terus

Ada sisi menarik dalam peristiwa kecelakaan yang terjadi di Tasikmalaya, seperti yang diungkap TV One, pihak Harley Owner Group Jakarta telah memberikan santunan terhadap keluarga alm Enjang Saefulloh. Maklum, Prananta Afianto adalah anggota klub motor paling bergengsi tersebut. Dari pemberian santunan ini, maka timbul persepsi publik bahwa kasus yang menewaskan Enjang akan selesai secara kekeluargaan.

Persepsi ini merupakan pemikiran yang sangat keliru, jangan berharap pengendara Moge yang identik dengan golongan berduit bisa lolos dari jerat hukum. Sebab, setahu saya, sesuai Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU No 22 Tahun 2009 LL & AJ) , pemberian santunan mau pun ganti rugi terhadap korban atau keluarganya, tak akan menggugurkan pidananya.

Berdasarkan UU No 22 Tahun 2009 LL & AJ, bagi tersangka kecelakaan lalu lintas yang menewaskan korbannya, akan dijerat dengan pasal 310 ayat (4) diancam pidana maksimal 6 tahun penjara dan/ atau denda sebesar Rp 12 juta. Demikian pula di pasal 311 ayat (5), ancaman hukumannya malah berlipat menjadi 12 tahun serta denda Rp 24 juta. Artinya (sesuai KUHAP) bila tersangka tak menggunakan hak- haknya untuk mengajukan permohonan penangguhan tahanan, maka yang bersangkutan tetap harus mengeram dalam tahanan.

Apa yang diberikan terhadap ahli waris korban, baik berupa bantuan materi atau pun sumbangan finansial, nantinya hanya akan dijadikan bahan pertimbangan hakim sebagai unsur yang meringankan. Berangkat dari hal tersebut, saya berharap agar arogansi para pemakai jalan hendaknya mampu dihilangkan. Sebab, ketika libido untuk memacu kendaraan semakin tinggi, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya kecelakaan lalu lintas. Bagaimana ? Masih mau coba- coba ? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun