Mohon tunggu...
Bamby Cahyadi
Bamby Cahyadi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Profesional Food and Beverages Business

Adalah penulis cerpen dan profesional di dunia restoran. Pernah bekerja di pelbagai industri restoran berskala nasional dan multinasional

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Kisah Mendebarkan: Menuju Wisma Atlet Kemayoran

7 April 2021   17:12 Diperbarui: 9 April 2021   05:15 1863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Pukul 16.20 ambulans datang kembali, kami langsung bersiap. Aku memilih naik bus sekolah bersama 15 orang lainnya, bus sekolah tampak penuh sesak karena kami membawa barang bawaan berupa koper, ransel dan tas-tas berukuran besar. 5 orang lainnya memilih ikut di ambulans.

Aku sebenarnya agak trauma mendengar raungan sirine ambulans, suara itu membangkitkan kenangan. Mengingatkanku pada 36 tahun yang lalu, suara raungan sirine itu menjadi suara yang sangat pilu, ketika kami mengantarkan jenazah ayahku dari Bandara Jakarta menuju Tasikmalaya untuk dimakamkan. 

Dari Jakarta ke Bandung, dan akhirnya sampai di Tasikmalaya aku, ibuku, kakak dan adikku berada di satu ambulans bersama jenazah almarhum ayahku. Dan sirine ambulans meraung-raung sepanjang jalan pada waktu itu, 15 Februari 1985 lalu.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Pukul 16.30 kami pun siap berangkat. Di depan ambulans ada 2 motor besar dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang akan mengawal rombongan kami, 1 unit ambulans dan 1 bus sekolah. 

Mereka akan menjadi voorijder. Suara sirine motor pun berbunyi diikuti suara sirine ambulans yang meraung-raung keras mengiris kalbuku. Terus terang rasanya seperti mimpi, aku tercekat, ingin menangis. 

Oh, ternyata begini rasanya di dalam bus sekolah yang selama ini sering kulihat melaju kencang di jalanan Jakarta membawa orang-orang yang terpapar Covid-19 ke pusat kesehatan atau rumah sakit.

Ambulans dan bus sekolah melaju sangat kencang, barisan pohon-pohon dan tiang listrik di sisi kanan dan kiri jalan seolah-olah berlarian dan berlesatan seperti berlomba lari, menciptakan bayangan yang asing dan ganjil.

Saking cepatnya perjalanan Pancoran, Jakarta Selatan, ke Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, hanya ditempuh 30 menit, padahal jalanan Jakarta di sore itu sangatlah macet. Itu kenapa ada motor pengawal perjalanan yang ditugaskan mengawal ambulans dan bus kami.

Pukul 17.00. Aku benar-benar takjub memandang ke arah tower-tower Wisma Atlet yang begitu menjulang tinggi dan tampak muram di mataku. Kini aku benar-benar melihat bentuk dan sosok kompleks Wisma Atlet yang selama ini hanya kulihat di layar televisi.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Di Wisma Atlet Kemayoran, atau sekarang menjadi Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC), di sinilah aku akan menjalani kehidupanku sebagai seorang yang positif Covid-19 selama 12 hari ke depan. Kesan muram Wisma Atlet akan sirna keesokan harinya.***

Bersambung ke Catatan Bagian Ketiga (Nantikan...)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun