05 Maret 2021
Adalah hari ulang tahunku yang ke-51, semestinya mendapat kado istimewa. Namun di saat itulah aku mendapatkan sesuatu yang sangat istimewa dua hari kemudian.
Aku merasakan gejala yang sangat tidak enak di tubuhku, aku merasa cepat lelah, napas pendek, melakukan aktivitas jalan kaki saja langsung ngos-ngosan, badan terasa pegal-pegal, dan ketika lepas magrib aku merasakan demam yang tidak biasa.Â
Rasanya panas di dalam tubuh seperti api yang menjalari sekujur tubuhku, tetapi terasa sangat dingin di kulit tubuh ketika aku menyentuh air untuk wudhu atau mandi. Aku pikir ini gejala flu biasa, maka kutelan sebutir parasetamol dan menenggak tolak angin. Malam itu tidurku tidak nyenyak, karena tubuhku rasanya tidak keru-keruan.
Demam yang terjadi membuat aku selalu terjaga, berkeringat dingin, dan tenggorokan terasa kering. Alhasil ketika bangun pagi, badan dan perasaanku berantakan.
06 Maret 2021
Sore pun tiba, meski sudah meminum parasetamol, obat batuk, tolak angin, dan madu kondisi demam tidak sedikit pun berubah. Sekujur tubuh menggigil keras ketika mengambil air wudhu untuk salat magrib. Melihat kondisi ini, aku dan istriku bersepakat; kita harus ke IGD Rumah Sakit Siloam Asri di Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Rumah sakit ini cukup dekat dari tempat tinggal kami di kawasan Kalibata City.
Pukul 18.45 Wib, sesampai di RS Siloam Asri, aku bergegas ke IGD untuk melapor, dan istriku ke bagian registrasi pasien di bagian depan pintu masuk utama (lebih tepat di bagian teras) rumah sakit. Memang sejak pandemi, rumah sakit ini memindahkan loket registrasi pasien gawat darurat di bagian teras rumah sakit.
Aku diminta menunggu di beranda IGD rumah sakit. Beberapa saat kemudian dokter jaga datang, dokter Muhammad Nada Permana, dokter yang tampak masih muda, dan ia meminta aku masuk ke ruangan semi permanen yang dijadikan tempat konsultasi dokter dengan pasien sekaligus tempat observasi.Â
Singkat cerita dokter memeriksa tensiku, saturasi, dan detak jantung. Dokter memintaku menjelaskan gejala apa yang kualami. Lantas dari uraianku itu dokter langsung memutuskan aku harus melakukan pemeriksaan darah (test hematology) dan swab test. Swab test-nya PCR (Polymerase Chain Reaction), bukan antigen apalagi rapid test antibody. Harus PCR.