Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Terkait Pengadaan Benih Jagung, Pemerintah Ditunggangi Pengusaha

18 Juli 2014   18:07 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:58 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14056561761390292168

[caption id="attachment_334094" align="aligncenter" width="420" caption="Pengawetan Benih Jagung Ala Petani, daya tumbuh 90%. Dok Bewe"][/caption]



Petani memiliki cara unik, terutama dalam hal menyiapkan benih jagung lokal. Pemilik rumah tradisional, menyimpan jagung tanpa dikupas, di bawah genting, dengan cara disisipkan di antara kasau (usuk).

Meski dalam durasi 6 bulan, jagung tersebut tidak dimakan hama, karena posisinnya berada di atas pawon (tungku).

Belum ada penelitiansoal pengaruh asap dapur terhadap tingkat keawetan benih jagung.

Tetapi Saliman (63) warga Putat, Patuk, Gunungkidul menuturkan, jagung, yang ditaruh di bawah genting, di atas tungku, mustahil dimakan hama.

“Bubuk, ini istilah Saliman, (sejenis serangga) tidak berani mendekat, karena setiap hari jagung tersebut terkena kepulan asap,” katanya.

Berbeda, dengan cara pengawetan yang dilakukan Sudiman, warga padukuhan Ketos, desa Hargosari, kecamatan Tanjungsari.

Lelaki usia 40 tahun, yang diketahui adalah dukuh setempat, mengawetkan benih jagung dengan cara digelantungkan di pohon belimbing. Kena panas kena dingin di alam bebas.

“Saya hanya coba-coba,” tutur Sudiman, saat dikonfirmasi terkait cara dia mengawetkan benih jagung.

Tetapi, berdasarkan pengalamannya, benih jagung yang diperlakukan seperti itu memiliki daya tumbuh 90%.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura, Gunungkidul, Ir. H. Azman Latif, mengapesiasi pengawetan benih jagung tanpa teknologi, yang dilakukan Saliman dan Sudiman.

“Itu potensi ilmu petani yang perlu dilakukan pencermatan secara ilmiah,” respon Azman Latif, di ruang kerjanya 18/7/2014.

Menurut Azman Latif, prinsip penyimpanan benih secara umum adalah mempertahankan daya tumbuh, kalau bisa sampai angka 85 %.

Kalau, cara sederhana bisa dilakukan, dan daya tumbuh benih 90%, kenapa petani musti direpoti dengan jagung hibrida. Menurut Azman, terkait peningkatan tanaman pangan, pemerintah saat ini tidak sadar kalau ditunggangi kepentingan bisnis,oleh pengusaha benih.

“Petani harus dibebaskan dari berbagai tekanan, termasuk tekanan penggunaan jagung hibrida,” kata Azman tegas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun