Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Soeharto-SBY ‘Memendam Kebusukan Politik’

26 Oktober 2016   06:05 Diperbarui: 26 Oktober 2016   12:35 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kotamobaguonline.com

Terkait dengan kekuasaan, negeri ini diperolok publik, bahwa tidak tertib dalam hal mengamankan arsip nasional. Soeharto dan Bambang Susilo Yudhoyono (SBY), dianggap teledor besar. Hilangya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) serta Laporan Tim Pencari Fakta (TPF) terbunuhnya Munir aktifis Kontras  menyebabkan   sejarah negeri ini menjadi gelap.

Soeharto kehilangan atau menghilangkan Supersemar, para tokoh negeri ini sepertinya cuek dan menutupi realitas. Sementara menurut pengakuan Soeharto, Supersemar itu dibuat rangkap enam. Logikanya hilang satu masih lima. Kalau yang asli lenyap, tindasan yang dibawa oleh 5 orang tokoh kala itu pastinya masih bisa ditemukan.

Pertanyaan untuk SBY sama: dia kehilangan atau mengilangkan TPF? Saat ini terkait  TPF, yang terkena getah adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pengakuan Asisten Deputi (Asdep) bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Masrokhan yang menegaskan, bahwa Setneg tidak memiliki, menguasai, dan mengetahui keberadaan dokumen Laporan Akhir Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir (Laporan TPF) membuat publik tercengang.

Negara ini menyimpan dokumen ekonomi seperti  utang luar negri sangat tertib. Mendokumentasikan ‘penggadaian’ tambang  emas di Papua super rapi.

Ironis, ketika harus menyimpan dokumen politik, negeri ini sangat ceroboh. Terus? Tak perlu basa-basi, penguasa yang saat itu memerintahkan  menyembunyikan Supersemar serta  Laporan TPF Munir, pasti juga  menyembunyikan ‘kebusukan’ tertentu.

Publik berharap, Jokowi tidak suka menyembunyikan sesuatu. Dia mudah-mudahan konsisten dengan Nawa Cita ke 4, item ke 9. Di sana Jokowi berkomitmen menghormati HAM dan penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran pada masa lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun