Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu...

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sekda Mangkir, Komisi C DPRD Gunungkidul Geregetan

27 Februari 2014   04:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:26 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1393423905842286947

[caption id="attachment_314133" align="aligncenter" width="300" caption="Drs. Sugito, MSi, Ketua Komisi C DPRD Gunungkidul, Ft. Bewe"][/caption]

DPRD II Gunungkidul Rabu, 26/2/2014, melakukan rapat kerja dengan eksekutif. Dalam kesempatan itu dibahas empat halmenyangkut: hak-hak dasar ibu hamil,nasib bidan yang kontraknya hampir berakhir,nasib guru tidak tetap GTT dan pegawai tidak tetap (PTT), serta rumusan riil atas konsep ‘tokoh masyarakat’ yang bisa menjadi PJ Kepala Desa sebagaimana yang termaktub di dalam SE mendagri No. 140.

Berdasarkan data pada Dinas Kesehatan, di Gunungkdul ada 8.500 sampai 9.000 ibu hamil. Selama ini, sejak pelayanan kesehatan masyarakat bergeser dari JKN ke BPJS hak dasar ibu hamil, menyangkut biaya kesehatan mulai dari pemeriksaan sampai proses melahirkan agak terabaikan. Pemda, belum menjelaskan langkah kebijakan seperti apa, sementara itu, Gunungkidul memiliki dana jamkesta lebih kurang Rp 12 milyard per tahun.

Masih menyangkut soal kesehatan, bidantenaga kontrak, yang oleh pusat mulai dilepas, terancam tidak bisa melakukan perpanjangan. Mustinya, pemerintah daerah bersikap, dan mengambil alih persoalan ini.

Paralel dengan GTT dan PTT, merekasebenarnya bisa disalurkan ke dalam kanal tenaga kontrak. Memang, ada aturan memang, bahwa pemda tidak boleh menambah pegawai negri. Tetapi manakala Pemda ada dana, kemudianmenambah pegawai dengan biaya belanja daerah, juga tidak dilarang.

Kemudian poin terhangat yang menjadi gunjingan di kalangan pemerintah desa adalah soal boleh dan tidaknya mantan kepala desa dikategorikan ke dalam ‘tokoh masyarakat’. Endingnya, dia bisa sebagai PJS Kepala Desa sehubungan tahun 2014 tidak ada pilkades. Konseptokoh masyarakat, di dalam SE mendagri No 140 harus diperjelas.

Terhadap 4 pokok bahasan hari itu, pihak eksekutif tidak meberikan langkah kebijakan yang nyata. Tak pelak, rapat at kerja yang dipimpin oleh Drs. Budi Utama mendapat kritik dari Ketua Komisi C, Drs. H. Sugito, Msi.

“Rapat kerja hari ini tidak efektif. Materi yang diangkat, sudah pernah dibicarakan beberapa waktu lalu. Sekretaris daerah, diundang, malah tidak hadir. Klasik, alasannya kesibukan,” kata Sugito dengan nada geram. Rapat seperti ini menurut Sugito, tidak cukup hanya dihadiri oleh Asek. Sekretaris daerah semestinya hadir, kemudian menjelaskan kebijakan secara holistik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun