Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pertamina: Membantu Petani atau Memerah Petani?

1 Januari 2014   07:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:17 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13885347032040240868

[caption id="attachment_302745" align="aligncenter" width="526" caption="Kasno, Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL). Ft. Bewe"][/caption]

Indonesia dikenal sebagai pemilik hutan tropis. Celakanya, lubang ozoon bocor, Indonesia dituding sebagai biang keladi. Maklum pulau Sumatera dan Kalimantanan nyaris gundul karena pembabatan hutan oleh sekelompok oknum pemegang ijin hutan tanaman idustri. Dengan alasan penyelamatan lahan kritis, Yayasan Leuser Internasional dan PT Pertamina melaksanakan kegiatan menebar program menabung 100 juta pohon.

Sebagaimana disiarkan RRI Meulaboh,7/03/2013, Yayasan Leuser Internasional dan PT PERTAMINA (Persero) melaksanakan kegiatan rehabilitasi lahan Keritis milik masyarakat desa Blang Bayu Kecamatan Seunagan Timur dan desa Meunasah Krueng, Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya dengan tanaman budidaya Karet seluas 150 hektar. Dihitung standart per ha. berisi 1.600 pohon, maka ponhon karet jenis unggul yang ditanam di Meulaboh sebanyak 240.000 batang.

Versi menabung 100 juta pohon, agaknya berbeda dengan yang berlaku di DIY.Masyarakat desa, melalui penyuluh kehutanan lapangan (PKL) diminta untuk mendata tanaman yang telah berumur 3 hingga 6 tahun. Sesuai penjelasan PKL, oleh Pertamina petani akan dibantu subsidi Rp 500,00 per batang.

Disayaratkan, setiap petani boleh mendaftarkan tanaman kayu yang dimilik, sepanjang tidak lebih dari quota 3.000 batang per petani. Kelompok Tani Alba Group, dari Putat Wetan, Desa Putat, Keamatan Patuk mengajukan 17 anggota dengan total tanaman 28.183 batangmencakup kayu mahoni, jati, akasia, sononokeling dan sengon laut atau albasia.

Mengacu janji Pertamina, bantuan subidi pemeliharaan Rp 500,00 per pohon, Kelompok Tani Hutan Rakyat Alba Group memeroleh dana sebesar Rp14.093.500,00. Kasno, PPL Kehutanan yang bertugas di BPP Batur Agung, kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul menjelaskan, peserta program menanam 100 juta pohon meliputi Desa Putat, Desa Beji dan Desa Nglegi. Total tanaman yan didaftarkan mencapai 203.015 batang. Total subsidi yang bakal dikucurkan Pertamina ke wilayah kecamatan Patuk sebesar Rp 101.507.500.

Selasa, 31/12/2013, usai sidang paripurna BPD yang membahas Raperdes Pungutan Desa, Perubahan APBD-des, dan Raperdes Pengelolaan Kekayaan Desa, petani Hutan Rakyat, khususnya Desa Putat, melalui salah seorang Dukuh, mempertanyakan imbal balik subsidi yang diberikan Pertamina.

Aris Sustiyono dalam kapasitasnya sebagai relawan menabung 100 juta pohon, yang ditunjuk PT Pertamina menyodorkan naskah pernjajian bagi hasil kepada petani. Perjanjian itu ditandatangani bukan oleh kelompok tani melainkan oleh individu. Di dalam naskah perjanjian disebutkan, pembagian hasil komposisinya 70% dibagikan kepada Kepala Desa, Petugas dan Petani, sementara 30% diambil Pertamina.

Sustiyono dalam naskah perjanjian itu meninggalkan kontak person di 0815 7818 2988, tetapi sulit untuk dihubungi. Kemiran, Dukuh Bobung, Putat, Patuk Gunungkidul, atas nama petani minta penjelasan kepada Kasno selaku PKL Kehutanan.

Menjelaskan soal bagi hasil, Kasno mengatakan, pembagian 70%-30% itu bukan dari hasil total penjualan. “Begini,” kata Kasno, “tabel harga jual kayu jati per m3 sebutlah 10 juta rupiah. Sementara petani bisa menjual Rp 10.500.000 per m3. Yang dibagi 70%-30% adalah yang Rp 500.000,00, bukan Rp 10.500.000,00”.

Sumanto, dukuh Putt Wetan, Desa Putat, Kecamatan Patuk, mendengar keterangan Kasno, berkomentar, “Tidak perlu dibantu Pertamina pun, pohon yang ditanam para petani itu hidup subur. Pertamina berlagak membantu, ujung-ujungnya minta bagian.Wah repot.” Menanggapi hal ini Kasno memberikan keleluasaan, jika petani keberatan naskah perjanjian tersebut tidak perlu ditandatangani, dan bisa dikembalikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun