Secara nasional, orang banyak bergunjing soal pungli. Apa pungli sedemikian darurat, sampai-sampai mengusik perhatian Presiden Joko Widodo, sehingga dia sempat geregetan dan mengeluarkan ancaman super serius.
“Tidak hanya urusan sertifikat, tidak hanya urusan SIM, tidak hanya urusan KTP, tidak hanya urusan izin-izin, semuanya akan saya awasi. Hati-hati. Saya sudah mengingatkan,” tegas Presiden Jokowi pada acara penyerahan 3.242 sertifikat tanah Pogram Strategis tahun 2016, di Lapangan Kota Barat, Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (16/10) pagi kemarin, sebagaimana diunggah di laman resmi Sekretaris Kabinet .
Merujuk referensi hukum, Presiden Republik Indonesia, berdasarkan UUD 1945, mempunyai dua pembantu: Pertama, seorang Wakil Presiden, kedua, sejumlah Menteri Negara. Dua pembatu tersebut memiliki kewenangan berbeda. Wakil Presiden berada di ranah pengaturan dan kebijakan, Menteri Negara melaksanaan sejumlah persoalan teknis
UUD 1945 Pasal 4 Ayat (2) menyatakan, dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Berikutnya pada Pasal 17 Ayat (1) disebutkan, Presiden dibantu oleh Menteri Negara.
Pemberatansan pungli di kalangan ASN, itu urusan teknis Kementrian PAN-RB. Sementara penyerahan sertifikat kepada masyarakat sebenarnya cukup diselesaikan oleh Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbeda dengan Presiden sebelumnya. Hal-hal yang teknis dia kerjakan, sementara Mentri Negara hanya disuruh jadi penonton. Ini kelewat aneh.
Partai yang sekarang sedang merapat ke Jokowi memberikan apresiasi pembenar atas langkah yang dilakukan Presiden. Slamet S.Pd. MM, kader Golkar anggota DPRD I DIY menyatakan, itu dalam konteks memberi teladan.
“Lha kok pada ribut. Makna pembantu, jika diidentikan dengan PRT apa ya sang majikan tidak boleh memasak, ketika memasak itu dimaknai sebagai mengajari si PRT. Saya pikir itu sah-sah saja,” bela Slamet pada Jokowi, Senin 17/10/2016.
Berbeda dengan Ton Martono, mantan komisioner Panwaskab Gunungkidul. Dia tidak keberatan Presiden sesekali menengok hal yang kecil dan teknis seperti pemberatasan pungli.
“Namun yang utama adalah melaksanakan kebijakan makro yang ekstra perlu ditangani segera, misal tergerusnya infrastruktur batas Negara, penggarongan berbagai tambang, masuknya ratusan ribu WN China ke tanah air dan lain sebagainya,” ujar Ton Martono.
Melaksanakan tugas teknis, ini kata Joko Susilo, warga Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, bukan satu kesalahan fatal, namun itu tidak tepat, karena tugas utama Presiden adalah melaksanakan amanat UUD 1945.