[caption id="attachment_362403" align="aligncenter" width="300" caption="Kartu itu, masih berupa impian, Ft Liputan 6"][/caption]
Janji kampanye politik Joko Wdodo, tidak semanis gula-guladi lapangan. Tritunggal indikator peringanan warga miskin melalui kartu sakti berjalan terseok-seok. Gebrakan peluncuran kartu sakti hampir pasti hanya menjadi gincu untuk mempercantik wajah pemerintahan.Agar lebih arif, disarankan Joko Widodo berguru ke Gunungkidul.
Gejala amboradulnya data, itu umum menasional.Melihat dari titik kabupaten,khususnya Gunungkidul,infomasinya makin simpangsiur. Meski sudah ada undang-undang otonomi, pemerintah kabupaten tidak memiliki kekuatan apa pun untuk melakukan pembaharuan data kepala keluarga (KK) yang dianggap pas sebagai calon penerima bantuan.
Joko Widodo Jusup Kalla, tidak memiliki banyak pilihan kecuali memanfaatkan jerih kerja Badan Pusat Statistik (BPS) yang pada masa SBY melakukan asesmen data.Padahal, sebagaimana diketahui, belakangan kerja BPS tidak mencerminkan validitas.
Terkait dengan penerima bantuan simpanan keluarga sejahtera (SKS) seorang pejabat Bappeda Gunungkidul sempat melontarkan kritik pedas. “Ini bodohnya pemerintah sekarang, hanya kopi paste apa yang pernah dilakukan SBY. Padahal, waktu itu banyak bantuan yang tidak tepat sasaran,” ujarnya sinis.
Tetapi apa mau dikata,ini ucap pejabat lain pada Dinsosnakertrans, angka penerima kompensasi BBM yang jumlahnya80.121 KK dijadikan induk baku untuk memecah calon penerima Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
“Artinya,” demikian pejabat itu menambahkan, “ dari 80.121 KK akan dikeluarkan KIS sesuai tanggungan jiwa, begitu pula KIP – yang disasar tentunya adalah KK yang masih memiliki tanggungan anak sekolah.”
Diperoleh informasi, bahwa 1 juta KK se Indonesia akan diverifikasi ulang untuk memperoleh data valid. Tetapi lagi-lagi, yang dipercaya untuk menggali dan mengolah BPS. Rieke Diah Pitaloka, ketika berkunjung ke Gunungkidul akhir Desember 2014 membenarkan, verivikasi itu secepatnya akan dilakukan.
Setengah percaya, setengah tidak, Arifin Kepala Desa Nglegi, Kecamatan Patuk, Gunungkidul,pesimis. “Orang banyak tahu, kerja BPS itu seperti apa. Lembaga ini tidak akan bisa menandingi cara kerja AKP (Analisis Kemiskinan Partisipatif) yang selama ini dipraktekkan di 44 Desa di Gunungkidul,” katanya.
Menurut Arifin, sebaiknya Joko Widodo berkunjung ke Gunungkidul, untuk melihat dari dekat, bagaimana cara kerjaa AKP dalam praktek melakukan identifikasi warga miskin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H