[caption caption="Fenomena klasik prostitusi. Ft Suseno Adi"][/caption]Prestestasi penguasa di masa Kabinet Kerja, terkait dengan pembangunan karaker bangsa, dimulai dari DKI. Negara, dalam hal ini Gubernur, sebagai tangan panjang Presiden hadir melindungi (menyelamatkan) segenap warga.
Tetapi ada catatan kecil, bahwa terkait dengan kumuhnya moral di Kali Jodo, kehadiran negara terkesan mendadak alias tanpa rencana.
Faktanya, jabatan Ahok telah berumur 13 bulan dihitung dari 19/11/2014 saat dia dilantik menjadi Gubernur DKI. Setahun lebih di masa pemerintahan Ahok, Kali Jodo dibiarkan merdeka, dalam arti tak disentuh, meski Risma pada masa SBY berkuasa telah mempelopori menutup paksa Gang Dolly di Surabaya. Begitu pula Silir sarang prostitusi di Kota Bengawan, yang ditutup pada masa kekuasaan walikota Jokowi.
Saya tidak memprofokasi, tetapi masyarakat DKI harus siuman, bahwa Ahok sebenarnya tidak punya konsep atau rencana melibas Kali Jodo. Sepak terjang Ahok itu sepontan, akrobatik, bahkan nyaris menjadi improvisasi politik, karena disulut tragedi Fortuner merenggut 4 nyawa.
Pembongkaran yang membawa resiko membengkaknya anggaran belanja DKI dipastikan tidak ada dalam dokumen pemerintahannya. Kalaupun ada, saya yakin Ahok kong-kalikong dengan DPRD untuk menyusupkan anggaran itu dalam ABT.
Dalam hal ini, warga DKI tidak jeli. Masyarakat tidak pernah mencermati biaya besar yang dipergunakan Ahok untuk membereskan Kali Jodo, yang amat sangat rawan KKN.
Robohnya Kali Jodo, perlu dicermati secara lebih holistik. Sepak terjang Ahok dengan gaya 'brandal intelektual' patut diwaspadai. DPRD DKI memiliki kewenangan untuk itu, bukan malah ikut-ikutan gaduh meributkan pembongkaran Kali Jodo.
Sisi lain, kasus DKI dengan Kali Jodo yang menggegerkan itu bisa dijadikan pintu masuk untuk daerah lain.
Sebelum terjadi perubahan, negeri ini terdiri atas 34 propinsi, 98 kota, 410 kabupaten. Terkait benang merah dengan Kali Jodo, siapkah Gubernur, Walikota dan Bupati mengikuti jejak DKI?
Saya berprasangka baik, tidak semua daerah ada sarang prostitusi. Tetapi tidak bisa di sangkal, Yogyakarta sebagai kota budaya realitasnya memiliki Sarkem (Pasar Kembang). Jawa Tengah, di Semarang ada Sunan Kuning. Juga di Bandung ada Saritem.
Pertanyaan sederhana, beranikah Gubernur atau walikota merencanakan pembubaran tempat serupa Kali Jodo? Ini fakta sekaligus teka-teki manakala dihubungkan dengan tekad Negara hendak  hadir menyelamatkan peradaban.