Kabupaten Gunungkidul tidak sebatas diincaroleh para investor. Slamet, S.Pd. MM, anggota DPRD DIY menyatakan, mereka (parainvestor) bergerak nyaris liar. Tidak ada tindakan antisipasi, menurutnya,penanaman modal bisa berubah menjadi persoalan rumit bagi pemerintah daerah danmasyarakat.
“Investasi di bidang pertambangan adalah contoh nyata. Bahjan dewasa ini, sejak Oktober 2016, investasi telah merembetke bidang pariwisata. Tidak kurang dari 4 lokasi telah dikuasai investor. Padacatatan saya, yang terpantau dari pemberitaan di meda online meliputi Pantai Seruni, Pantai Krakal, Goa Jlamprongdi Semanu, serta Bukit Maracah di Krambilsawit Saptosari,” ujar Slamet Selasa,24/1/2017.
Menurutnya, usaha Pemerintah Daerah menarik investasi merupakan hal yang dibutuhkan untukmeningkatkan perekonomian daerah serta menurunkan tingkat pengangguran serta kemiskinan. Namun pemilihan investasi yang keliru serta tanpa ditunjang oleh kebijakan pendukung justru merugikan masyarakat.
Slamet mencatat ada empat kerugian yang muncul. Pertama, menimbulkan kerusakan lingkungan, yang dalam hal perbaikan memerlukan biaya besar. Contoh investasi pertambangan. Jenis ini memiliki korelasi kuat dengan perusakan lingkungan. Tanpa kebijakan pendukung dan pengawasan yang memadai untuk memitigasi dampak lingkungan, merurupakan satu keniscayaan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan bencana yang akan dideritamasyarakat lokal.
Kedua, Gunungkidul yang merupakan daerah rawanbencana. Pemda harus hati-hati terhadap investor yang membangun di zonerawan bencana misal pendirian resto. Demi mengejar tempat-tempat ekxotis ada yang membangun di lereng bukit, contohnya daerah Patuk. Biaya yangditanggung untuk menanggulangi bencana dan normalisasi lingkungan bisa jauhlebih besar dari pendapatan yang telah diterima pemerintah dari investor dalambentuk pajak, royalty, retribusi, dan lain sebagainya.
Ketiga Perlu upaya sungguh-sungguh untuk menghindari adanya potensi menciptakanpengangguran struktural bagi tenaga kerja lokal yang bisa memicu konflikhorizontal. Investasi yang masuk ke daerah akan memanfaatkan aset yang dikelolamasyarakat. Walaupun masyarakat menerima uang pengganti atas aset tersebut, namun mereka akan kehilangan pekerjaan.Investasi yang masuk dapat saja mensyaratkan ketrampilan yang tidak dimilikitenaga kerja lokal sehingga lapangan kerja baru yang terbuka akan diisi olehwarga pendatang. Kondisi ini bisa memicu kecemburuan yang sering menjadipenyebab konflik horizontal.
Keempat, belajar daridaerah lain jangan mendatangkan investor pertambangan. Sebab banyak contoh, mengharap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi justru tidak terjadi. Padabeberapa daerah di Kawasan Timur Indonesia yang memiliki banyak aktivitaspertambangan justru memperlihatkan pertumbuhan ekonomi rendah. Kegiatan pertambangan selesai, tidak ada kontribusi berarti yang dinikmati daerahdan sekedar menciptakan ‘daerah-daerahhantu’.
Slamet menyarankan, Pemda perlu meminimalkandampak merugikan dari investasi di daerah dengan empat cara.
Pertama, pemerintah jangan memaksakan diriuntuk menarik ataupun menerima investasi dalam bidang pertambangan yang berpotensi berbenturan dengan kegiatan usaha yang telah dilakoni masyarakat ataupun pengusaha lokal. Ini akan mendatangkan mudharat yang lebih besarketimbangan manfaat bagi daerah. Biarkan itu menjadi warisan bagi anak cucu.
Kedua, pemerintah perlu membenahi kebijakandalam bidang perlindungan lingkungan dari aktivitas ekonomi yang merusak disertai pengawasan yang lebih baik. Di samping itu perlu memperketat perizinantermasuk mengevaluasi izin usaha yg telah dikeluarkan.
Ketiga, perlunya pengembangan lembagapendidikan dan pelatihan di daerah yang sesuai dengan sumber daya alam yangdimiliki. Hal ini penting agar lebih banyak masyarakat lokal yang memilikiketrampilan dan dapat terlibat dalam aktivitas bisnis yang dilakukan investordi daerah.