Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dana Desa Satu Milyar Rupiah Itu Cuma Gincu

17 Desember 2014   00:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:10 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1418727168669518563


Dalam kampanye pilpers petengahan 2014 lalu digembar-gemborkan, setiap desa bakal menerima dana dari pusat sebesar Rp 1 milyar. Itu dilakukan oleh kedua belah pihak, baik Prabowo Hata, maupun Jokowi-JK. Ttapi ternyata sekarangbeda jauh dengan kenyataan. Buktinyatahun 2015Kabupaten Gunungkidul hanya menerima jatahRp 41 milyar, padahal seharusnya 144 milyar rupiah, sesuai amanat UU, karena jumlah desanya adalah 144.

Di ruang kerjanya, saya menyempatkan ngobrol dengan Drs. Siswanto Kepala Bagian Pemerintahan Desa,Pemda Gunungkidul, Senin 15/12/2014. Dia memaparkan banyak hal, khusus terkait dengan indikator pembagian dana desa. Siswanto memandangada yang tidak beres, atau sekurang-kurangnya ada yang tidak memenuhi rasa keadilan yang dirasakan oleh sejumlah desa Di Gunungkidul.

Ada kebijakan dari Pusat yang dirasa jomplang, karena dalam hal pembagian dana desa dengan menggunakan4 (empat) inikator yaitukesulitan geografis, jumlah KK miskin, jumlah penduduk, serta luas wilayah, berpotensi menimbulkan kecemburuan antar desa.

“Indikator tersebut, mankala diterapkan potensial menimbulkan keresahan, karenaada desa yang menerima kucuran terlalu sedikit, sebaliknya ada desa yang menerima dana terlalu banyak,” demikian Siswanto mencoba menjelaskan.

Data yang dipergunakan untuk mengukur indikator kesulitan geografis, adalah data tahun 2011. Menurut Siswanto itusudah daluwarsa, karena selama 2 tahun, paling tidak sudah banyak perubahan.

Akibatnya, demikian dia menambahkan, Desa Wonosari hanya mendapat dana desa Rp 40.000.000,00, setahun. Sementara Desa yang berhimpitan yaitu Kepek memperoleh kucuran Rp 129.000.000,00.

Tingkat kerumitan geografis, untuk kedua desa itu tidak seberapa jauh. Secara riil boleh dikata, keduanya berada di jatung ibukota Kabupaten Gunungkidul.

Dana desa yang hanyaRp 41 milyar itu menurut Siswantoakan lebih baik jika yang Rp 20 milyar dibagi secara merata ke 144 desa, kemudian yang Rp 21 milyar dibagi secara poporsional menggunakan 4 indikator seperti kebijakan yang digagas Pusat.

,

“Tetapi pembagian merata itu baru merupakan usulan. Hasilnya, dikabulkan atau tidak, kami masih harus menunggu keputusan dari Pusat. Saat Kanjeng Gusti Ratu (GKR) Hemas Wakil Ketua DPD RI bertandang ke Gedangrejo Karangmojo sudah coba kami titipkan. Mudah-mudahan titipan tersebut disampaikan kePemerintah Pusat,” ujarnya berharap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun