Pengangkatan Archandra Tahar menjadi Wakil Mentri ESDM menimbulkan problem serius. Setidaknya bertabrakan dengan undang-undang No. 39 Tahun 2008 serta Perka BKN No. 35 Tahun 2011.
“Dalan UU No. 39 Tahun 2008, pasal 10 beserta penjelasannya dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “Wakil Menteri”adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet, ujar Arif Wibowo, politisi PKS, anggota DPRD Gunungkidul, Rabu, 19/10/2016.
Sementara pemahaman publik, demikian Arif Wibowo memaparkan, pejabat karier diatur di dalan Peraturan Kepala (Perka) Badan Kepegawaian Negara (BKN) No. 35 Tahun 2011.
“Saya pikir, pejabat karier itu hanya diberlakukan untuk pegawai negri sipil (PNS). Pertanyaan publik, kapan Arcandra Tahar diangkat menjadi PNS?” tanya Arif.
Hak prerogatif Presien, menurut Arif Wibowo tidak bisaditerapkan pada kasus pengangkatan Archandra Tahar sebagai Wamen ESDM.
“Tentu berbeda ketika Denny Indrayana diangkat selaku Wamenkumham pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Denny Indrayana adalah seorang dosen yang PNS” ulasnya.
Di sekeling Presiden Joko Widodo, menurut Arif Wibowo, ada staf ahli, ada juga penasehat. Yang mengherankan, kenapa bisa terjadi kebobolan atau malah kecerobohan seperti itu. Menurutnya, peristiwa ini sangat memprihatinkan.
Demi keselarasan UU No. 39 Tahun 2008 Pasal 10 beserta penjelasannya dengan Perka BKN yang mengatur pola karier PNS, Arcandra Tahar harus dimundurkan dari jabatan Wamen ESDM.
“Argumentsinya cukup kuat, posisi Wamen hanya bisa diisioleh PNS, dan bukan oleh kaum profesional. Ini pemahaman yang berdasar pada peraturandan prundang-undangan yang berlaku”, pungkas Arif Wibowo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H