Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

AHY Kalah di Kawah Politik 2017, Hadang Prabowo di 2019

16 Februari 2017   07:41 Diperbarui: 16 Februari 2017   07:59 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Dalam konferensi pers tanpa tanya jawab, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ditinggal begitu saja oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)           yang tidak lain adalah guru politik dan ayah kandung sendiri. AHY menutup keharuan politik atas kekalahannya dengan terang-terangan mengakui kepiawaian dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang lain.

Catatan istimewa yang pertama terkait kekalahan tersebut adalah,  capaian  perolehan suara pada 17 % lebih berdasarkan hitung cepat sementara itu merupakan kegagalan kalkulasi politik SBY. Pepatah lama mengatakan, mengharap burung terbang tinggi, punai di atangan dilepaskan.

Kedua, SBY tidak salah, tetapi dia sedang bernasib sial karena terjerumus dalam kubangan ambisi politik yang prematur. Hal ini terbukti, dalam konferensi pers, pendukung AHY sayup-sayup meneriakkan yel AHY Presiden.

Terkuaklah motif Partai Demokrat, mengapa AHY yang terlalu kencur di kancah politik dimajukan di gelanggang pilkada DKI Jakarta. Maunya Demokrat (SBY), dengan menjadi gubernur DKI Jakarta, AHY menjadi mudah untuk melangkah ke istana.

Ketiga, sebagian masyarakat Jakarta pada babak awal terpeleset, atau terjebak oleh lembaga survei. Mereka membuncitkan paslon nomor urut 2 Ahok-Djarot, dan mengunggulkan paslon nomor urut 1 Agus-Silvy. Jawaban sebagian masyarakat DKI itu menyebabkan SBY berbunga-bunga.

Keempat, terlihat sangat jelas bahwa AHY tertelikung oleh intuisi politik SBY yang kekanak-kanakkan dalam menghadapi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), yang notabene di belakangnya ada Megawati Sukarno Putri.   

Kelima, terlihat jelas bahwa AHY  dihadapkan pada pilihan ganda, antara karier militer dan kekuasaan. Sayang, AHY tercekoki oleh SBY, kemudian menjatuhkan pilihan yang keliru.

Dalam konferensi pers yang tidak didamping ayahnya itu, satu-satunya tebusan yang menenteramkan kegaluan politik AHY tercermin dalam pernyataan, bahwa dia siap mengabdikan diri pada bangsa dan negara.

“Selamat atas kekalahan itu, dan jangan pernah tersandung kesalahan yang sama untuk yang kedua kalinya,” demikian kurang lebih hati AHY  gemuruh berucap.

Ini sebuah isyarat, bahwa AHY  ada nyali menghadang Prabowo Subiyanto pada pilpres 2019.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun