Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Miniatur Banjir Nabi Nuh

29 November 2017   08:23 Diperbarui: 29 November 2017   08:50 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rumah tohirin warga kecamatan semin. dok-pasinah

GUNUNGKIDUL, Rabu Pon 29/11/17 -- Sebagian masyarakat Gunungkidul:  Kecamatan Tanjungsari, Semanu, Semin, Nglipar, Gedangsari, Paliyan, Patuk, Playen, Rongkop, Panggang, Tepus, Ngawen dan yang lain akhir Novemer 2017 terkepung air. Ditengah kegelisahan warga, Banjir Nabi Nuh patut menjadi bahan renungan.

Tanda bakal munculnya malapetaka itu dimulai sejak Kamis Paing 23/11 hingga Senin Legi 25/11. Hujan turun dengan kekerapan lain dari biasanya. Rintik hujan sejam turun, sejam  berhenti, secara menerus terjadi sepanjang hari. Malam reda, pagi hari mulai lagi.

Selasa Paing, 28/11, Rabu Pon 29/11 hujan menghebat  mulai pagi hingga pagi, nyaris tanpa henti, jeda hanya sebentar. Tidak satu orang pun bisa menerka, kapan hujan seperti ini bakal mereda.

Teringat sejarah Banjir Nabi Nuh, ribuan  manusia tewas, termasuk putra kesayangan Nabi. Yang selamat hanyalah penumpang perahu Nabi yang setia kepada perintah Sang Pencipta.

Angin diperintah untuk meniup laut. Uap merangkak naik, merayap  pegunungan, menggumpal menjadi awan putih. Pada ketiggian terntentu, awan mendingin, membatu, kemudian kembali turun ke bumi sebagai hujan.

Karena hujan berdurasi 40 hari 40 malam , sungai meluap hebat. Air bah menggenang seluruh daratan. Tamatlah riwayat sebagian manusia pada zaman Nabi Nuh yang membangkang perintah.

Sungai meluap, air menggenang daratan, pohon tumbang, tebing ambrol bukan kesalahan alam, bukan pula sebuah bencana. Fenomena tersebut adalah wujud nyata dari kesetiaan bumi geni banyu angin, terhadap perintah Sang Khalik.

Kini, pertanyaan sederhana pun muncul bersamaan peristiwa yang terjadi di tengah samudra Hindia.

Benarkah manusia abad 20 masih setia sebagai kalifatullah fil ardh (utusan Alloh di bumi), yang tugas pokoknya adalah menyelamatkan bumi, bukan merusak?

Apakah banyak manusia menyadari, bahwa menebang pohon secara semena-mena bisa mengakibatkan munculnya dua bibit badai tropis di laut lepas?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun