Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reformasi Agraria: Jokowi Berburu Kuman

2 Maret 2016   10:17 Diperbarui: 2 Maret 2016   10:48 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

[caption caption="Undan-Undang Pokok Agraria. dok. bewe"][/caption]Joko Widodo (Jokowi) dengan Kabinet Kerjanya, di awal perjalanan gagap dalam memahami landreform. Kemungkinan besar dia gagal melaksanakan reformasi agraria.

Sekurang-kurangnya ada dua sandugan yang menyebabkan Jokowi tak meraih sukses. Pertama data obyek tanah yang mau dibagi ke rakyat tidak konkrit. Kedua, kusus kawasan DIY, Jokowi mendapat perlawanan hebat. Setidaknya dia akan berhadapan dengan budaya feodal yang akhir-akhir ini dikembangankan Sri Sultan HB X melalui klaim Sultan Groud. Termasuk, Jokowi gagal menjerat tuan tanah yang bercokol di ibukota negara.

Membagikan 9 juta Ha tanah seperti digadas Jokowi dalam nawacita ke 5 dianggap sebagai hal yang mudah. Ini sebuah persepsi yang sesat. Membagi tanah tidak semudah seperti meneruskan program beras miskin yang dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Sasaran calon penerima memang suda ada di tangan Jokowi. Secara teknis dia melalui Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menetapkan urutan prioritas subyek pernerima menjadi 6 kelompok.

1. Penduduk setempat. Menurut KPA penduduk setempat adalah warga yang menetap dan bekerja di lokasi obyek reformasi agraria. 2. Buruh tani, adalah mereka yan berstatus petani penggarap, tidak memiliki tanah garapan. 3. Petani gurem, adalah petani yang memiliki tanah garapan kurang dari 0,5 Ha. 4. Petani adalah pelaku pertanian dalam arti luas termasuk nelayan. 5. Penduduk miskin, menurut KPA mengacu data dikeluarkan BPS. Mereka yang memperoleh layanan sosial. 6. Terakhir yang dimakud subyek lain adalah mereka yang kegiatannya diperlukan dan berkaitan langsung dan menunjang keberhasilan reformasi agraria.

Remormasi Agraria yang digagas Jokowi terlalu bias dan tidak realistik karena pemahaman landreform tidak sesuai undang-undang dan aturan yang berlaku. Sembilan juta Ha itu tanah apa dan tanah milik siapan Jokowi tidak mendiskripsikan secara kongkrit.

Tetapi dari berbagai diskusi bisa diduga bahwa yang mau dibagi-bagikan kepada 6 kelompok sasaran, adalah tanah milik negara yang berupa hutan.

Budiman Sudjatmiko angggota Komisi III DPR sekilas memaparkan, untuk memperoleh 9 juta Ha tidak sulit. Pasalnya data di KLHK ada 17,94 juta Ha. Ada selisih dengan data BPN, karena lembaga ini memiliki angka 20 juta Ha lebih.

"Dari data luasan itu angka 8.149.941 Ha bisa diperoleh di 17 propinsi, 104 kabupaten 629 lokasi," ujar Budiman Sudjadmiko pada diskusi 1/4/2015 silam seperti dilansir mongabay.co.id

Dari sisi undang-undang dan/atau peraturan yang berlaku, pengertian landreform berbeda jauh dengan yang digagas Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun