Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

NKRI Merapuh, Presiden Joko Widodo Berbuat Apa?

19 Desember 2014   09:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:59 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14189294811085535775

[caption id="attachment_360343" align="aligncenter" width="560" caption="Arsip pemberangkatan transmigran Gunungkidul, tersimpan di sini. Dok Bewe"][/caption]

Mahapatih Gajah Mada memersatukan Nusantara dengan Sumpah Amukti Palapa. Presiden Soekarno dan Soeharto mengikat NKRI dengan trasnsmigrasi. Presiden Joko Widodo dengan apa: membangun tol laut?

Transmigrasi, 10 tahun diotaki Presiden Soekarno (1950-1964). Berikutnya, selama 28 tahun dipikir dan dilaksanakan Presiden Soeharto (1969-1997). Pada era reformasi transmigrasi diobrak-abrik Gus Dur, mengakibatkan SBY tidak tertarik, meski Muhamin Iskandar, sebagai mentri yang dipercaya menangani transmigrasi semangatnya meledak-ledak. Pada masa Kabinet Kerja, Presiden Joko Widodo, menitipkan transmigrasi pada Kementrian Desa Tertinggal.



Mengulas program transmigrasi dari titik terkecil, yang saya maksud dari Kabupaten Gunungkidul, diperoleh sepotong sejarah perjalanan perpindahan penduduk antar pulau dalam satu negara, yang awalanya sukses, tetapi endingnya terpuruk.

Sepuluh dekade lebih, persisnya 64 tahun yang lalu, program transmigrasi dilaksanakan. Nugraha Setiawan, peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan, pengajarjurusan ekonomi Fapet Unpad menulis, pemberangkatan pertamatanggal 12 Desember 1950, dengan daerah sasaran Lampung. Hingga saat ini, tanggal tersebut setiap tahun diperingati sebagai Hari Transmigrasi.

Indonesia melaksanakan program secara efektif adalah tahun 1969/1970. Sampai dengan 1999/2000, sebelum instansi vertikal ini dibubarkan oleh Gus Dur,dukumen yang ada di Dinsosnakertrans, Gunungkidul menyebutkan, telah mengirim sebanyak 18.456 KK dan 65.761 jiwa, menyebar di Riau, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi serta Jayapura.

Kabupaten Dunungkidul, 14 tahun pengiriman, dihitung dari 1969/1970hingga 1982/1983, peserta transmigrasi sebanyak7.548 KK,29.241 jiwa. Dibandingkan dengan pemberangkatan 2001 hingga 2014, angkanya hanya 653 KK, 2.217 jiwa.

Itu tidak hanya turun, karena akumulasi pengiriman dalam akumulasi tahun yang sama hanya 11,55 persen. Anjloknya cukup tajam, bahkan bisa dikatakan terjun bebas.

Penyebab anjloknya peserta trasnmigrasi,karena efek diberlakukannya UU Otonomi Daerah. Banyak propinsi di luar Jawa yang secara terang-terangan menolak transmigran asal jawa. Mereka, para penguasa kecil yang disebut Bupati, lebih suka menyewakan tanah untuk investor ketimbang untuk keperluan transmigrasi.

Tanpa disadari, transmigrasi yangdilaksanakan selama ini telah melahirkan perekat NKRI yang luar biasa. Kawin antar suku terjadi, melahirkan generasi baru yang disebut Anak Indonesia, keturunan Jawa dan suku tempat transmigran tinggal.



Mahapatih Gajah Mada mempersatukan Nusantara dengan sumpah Amukti Palapa, itu terindikasi adanya upaya penaklukan melalui perang. Beda dengan Soekarno dan Soeharto. Amukti Palapa Presiden Pertama dan Kedua tersebut bukan perang melainkan dengan transmigrasi.

Presiden Joko Widodotampak sepi dan dingin. Atau karena Dia lagi sibuk menenggelamkan kapal pencuri ikan? Entahlah, gerakannya di bidang transmigrasi masih harus ditunggu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun