Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Cek Penulis Sebelah

9 Januari 2017   06:42 Diperbarui: 9 Januari 2017   07:43 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Untuk sebuah film bergenre drama komedi, prakarsa Ernest Prakarsa untuk film Cek Toko Sebelah sudah okelah. Ia memborong peran sebagai sutradara, pemeran utama, dan juga penulis skenario. Kalau saja putri saya tidak mendorong-dorong saya untuk menonton, mungkin saya tidak akan masuk ke bioskop XXI dan menikmati film Indonesia yang selayaknya diapresiasi itu. Pengalaman menonton My Stupid Boss cukuplah menjadi referensi bahwa film Indonesia mampu membuat penontonnya terhibur dan terpingkal-pingkal. Untuk film Ernest ini, saya takjub karena kebagian kursi baris kedua dari depan, bioskop penuh!

Namun, saya bukan mau membahas film yang sebenarnya menurut saya antara judul dan isi filmnya kurang-kurang nyambung itu. Kalimat "cek toko sebelah" yang mengandung unsur persaingan tidak muncul dengan tegas di dalam film, hanya diwakili beberapa dialog dari pembeli dan juga si empunya toko sendiri--yang satu warga keturunan dan satu lagi pribumi. Saya mau membahas dunia tulis-menulis yang kadang juga diwarnai persaingan, apalagi dunia penulisan buku dan penulisan jasa.

William Zinsser dalam buku klasiknya berjudul On Writing Well yang terbit kali pertama tahun 1976 serta sudah dicetak lebih dari 1 juta kopi pernah mengatakan bahwa penulis adalah makhluk soliter alias senang menyendiri dan tidak terlalu suka membicarakan karya yang sedang dibuatnya sebelum dipublikasikan. Namun, itu hampir empat dekade yang lalu. Saat ini justru banyak penulis yang senang menginformasikan apa yang akan atau sedang ditulisnya di media-media sosial--di samping hendak pamer juga mungkin hendak merangkul pembaca sasaran lebih awal. Bahkan, survei-surveian juga dilakukan melalui media sosial untuk karya yang sedang dirancangnya. Namun, memang ada beberapa penulis yang saya kenal melakoni kehidupan soliter. Di media sosial mereka tidak pernah membicarakan karyanya sebelum terbit, tahu-tahu muncul saja. 

Zaman keterbukaan ini menjadikan mudah bagi para penulis untuk saling mengecek penulis di sebelahnya, apalagi jika mereka menggarap buku dalam genre yang sama. Cek penulis sebelah, dia lagi nulis apa? Saya sendiri kadang sejak ada media sosial memang suka mengabarkan buku-buku yang hendak saya terbitkan, bahkan gagasan-gagasan yang hendak dituliskan. Beberapa teman memperingatkan untuk tidak selalu mengumbar gagasan karena dapat dengan mudah disontek orang lain. Kadang saya menurut dan kadang juga membandel.

Memang ide atau gagasan adalah harta paling berharga bagi seorang penulis. Karena itu, ide atau gagasan selayaknya dikunci rapat-rapat agar tidak terdengar atau terendus oleh penulis lain. Bukan apa-apa, keterampilan menulis ini juga disebut keterampilan artisanal (kerajinan tangan) sehingga bagi para penulis yang tangannya sudah terampil, sebuah ide dengan cepat dapat dianyam menjadi sebuah tulisan. Namun, setiap penulis juga memiliki satu kekhasan cara untuk menyajikan karya tulisnya, kecuali penulis copy paste yang lebih cenderung mengasah kelihaiannya dalam menjiplak daripada menulis.

Jurus "cek penulis sebelah" alhasil membuat karya atau buku-buku epigon banyak bermunculan kemudian. Satu buku yang sukses di pasar maka akan ditiru oleh buku-buku lainnya dalam waktu singkat, termasuk dalam penciptaan judul juga. Salah seorang direktur penerbit yang saya kenal pernah melontarkan pendapat sekira sepuluh tahun lampau, "Buku di Indonesia ini kaya judul, tapi miskin ide."

Persoalan ini juga yang mengemuka sewaktu diskusi tentang industri buku yang mengalami penurunan pendapatan. Apakah penyebabnya minat membaca atau minat membeli buku sudah menurun? Lalu, apa yang menyebabkan menurun? Apakah karena buku-buku yang beredar sudah mematikan selera dan rasa untuk membacanya? Ya mungkin saja, karena judulnya banyak, tetapi isinya setali tiga uang, bahkan isinya lebih mudah diperoleh melalui internet secara gratis. 

Buku kosong nyaring bunyinya .... Itu yang terjadi karena kadang buku yang tidak ada apa-apanya justru laku karena kelihaian copywriting dan iming-iming di dunia maya begitu gegap gempita. Jadi, daripada beli "buku kosong" itu mending beli buku tulis yang benar-benar kosong dan sekalian diisi tulisan sendiri. Hehehe.

Kembali ke soal pekerjaan artisanal yaitu penulis sebagai artisannya, jelaslah untuk menghasilkan karya buku yang bermutu, penulis harus merenung dulu dan mungkin kata-kata Zinsser patut dicamkan lagi bahwa penulis sejatinya perlu menyendiri untuk menghasilkan karya yang benar-benar diramu dari pikiran dan perasaan terkuatnya. Seorang penulis memang harus peka juga terhadap gagasan yang dimunculkannya apakah sudah pernah ditulis oleh orang lain atau belum. Jika sudah pernah, ia harus mempelajari karya yang dijadikan pembanding itu untuk menampilkan sesuatu yang berbeda, bahkan mengunggulinya. Seorang cendekiawan Muslim dan penulis buku best seller, Aidh al-Qarni, pernah menyarankan hendaknya para penulis tidak menulis buku yang sama dengan penulis lainnya atau sudah ditulis orang lain, itu pekerjaan mubazir.  

Itu saja, jangan lupa nonton film Indonesia. Saya mau cek penulis sebelah dulu pagi ini. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun