Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Menulis Bukan untuk Jadi Penulis

8 November 2014   13:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:19 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Semangat menulis semakin meninggi pada zaman internet dan kemudahan media sosial seperti saat ini. Taruhlah contoh Kompasiana ini yang membuat begitu banyak orang menulis. Namun, apakah menulis itu sebagai hobi, karier, aktivitas terapi pikiran, atau bahkan pelarian memang soal lain. Orang menulis dengan tujuannya masing-masing, dan yang terbanyak juga orang menulis karena hendak melakoni diri sebagai penulis karier.

Bagi saya, menulis tergolong sebagai keterampilan hidup (life skill) sama halnya dengan keterampilan berbicara atau berkomunikasi dengan orang lain. Nah, soal ini tersurat pula dari pernyataan Menteri Anies Baswedan saat menghadiri Konferensi Penulis Cilik Indonesia yang diselenggarakan Penerbit Mizan dan Kemdikbud.

"Belajar bidang apa pun kemampuan menulis sangat penting. Anda jadi insinyur, tapi mampu menulis dengan indah maka karya Anda akan jadi luar biasa. Di sisi lain kemampuan anak menulis jangan diarahkan anaknya untuk profesi penulis saja," tutur Anies Baswedan seperti dikutip detik.com.

Saya setuju bahwa pelajaran mengarang atau menulis, bahkan juga pelatihan menulis untuk anak tidaklah diarahkan agar anak menjadi pengarang/penulis atau sastrawan, melainkan untuk memudahkan hidup si anak itu sendiri. Kita maklumi bersama bahwa pembelajaran mengarang/menulis di sekolah-sekolah dasar hingga menengah kerap kali gagal menjadikan peserta didik terampil menulis. Bukti paling nyata adalah melihat hasil karya tulis mahasiswa, termasuk para dosen kini yang jauh dari kelayakan baca.

Ada teknik dan proses yang perlu dipelajari para guru untuk mengajarkan mengarang/menulis kepada anak. Di sisi lain, gurunya itu sendiri pun harus terampil menulis. Bagaimana mau mengajarkan mengarang/menulis jika gurunya sendiri masih gagap menulis?

Anak-anak yang belajar mengarang/menulis dengan baik akan terbantu untuk mengungkapkan dan menstrukturkan pikirannya, termasuk dalam soal bercerita. Selain itu, mengarang/menulis mengarahkan mereka untuk memilih kata-kata yang pas sehingga berimbas pada penambahan kosakata dan mencegah mereka menggunakan kata-kata tidak patut dalam tulisan. Anak-anak juga akan terlatih menyisipkan pesan di dalam tulisan yang hendak dibuatnya sehingga ter-install juga kode moral dalam kehidupannya.

Begitu pun orang dewasa yang kini hendak melatihkan kemampuan menulisnya sebenarnya tidak melulu misinya untuk menjadi penulis, apalagi bermimpi menulis buku best seller. Sah-sah saja untuk bermimpi menjadi tenar dan mendapatkan keuntungan finansial dari menulis, namun patut dipahami menulis adalah sebuah proses. Apa yang paling penting dicamkan bahwa keterampilan menulis dapat memudahkan hidup seseorang, termasuk melambungkan kariernya.

Secara berseloroh saya pernah bilang dalam sesi pelatihan menulis di beberapa lembaga, "Ingat, jika Anda mampu menulis, hidup Anda tidak akan tenang! Orang yang diketahui mampu menulis pasti ditandai oleh atasannya. Segala pekerjaan yang berhubungan dengan eksekusi ide menjadi tulisan pasti ditimpakan kepadanya!"

Ya, kenyataan ini enak tidak enak harus dihadapi. Namun, satu hal yang pasti, orang yang mahir menulis akan tetap terpakai sepanjang zaman. Bahkan, dari menulis seseorang bisa melesatkan kariernya. Jadi, betul seperti yang diungkapkan Menteri Anies bahwa terampil menulis tidaks semata harus jadi penulis. Nah, dosen atau guru besar yang tidak menulis, kini bakal kesulitan dalam kariernya.

Berlatih, berlatih, dan berlatih itulah yang membuat orang bisa berdamai dengan proses menulis yang kadang bagi sebagian orang dianggap menjemukan atau membuat frustrasi. Banyak orang kesulitan untuk memulai kata-kata pertama dalam tulisannya. Setelah itu, banyak orang juga frustrasi mengapa tulisannya tidak berpengaruh atau tidak disukai orang. Ya, tentu untuk hal ini ada banyak kiat, metode, dan jalannya. Seseorang tentu memerlukan pelatihan dan pada setiap pelatihan ia memerlukan mentor. Belajar menulis tanpa mentor membuat ia takkan bisa mengenali petanya, termasuk jalan pintas untuk menguasainya.

Jadi, kembali pada soal anak-anak yang diajari untuk menulis bukan karena semata hendak mengeset mereka menjadi penulis atau menerbitkan buku. Hal itu adalah jalan lain sebagai berkah kemampuan menulis. Hal utama adalah menjadikan mereka memiliki keterampilan hidup yang penting: berani berkarya dan berani menyampaikan isi hati beserta pikirannya secara tertata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun