Libur telah usai. Sekolah kembali berdaya dengan semangat para guru dan keriuhan peserta didik (siswa) menyambut pelajaran baru. Tentulah pemelajaran literasi masih aktual untuk diungkit pada tahun ajaran baru ini. Adalah Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang telah diluncurkan Kemdikbud Februari 2016. Implementasi nyatanya salah satunya melalui pembiasaan membaca selama 15 menit sebelum pemelajaran dimulai.
Sejatinya tahun ajaran baru 2016 menjadi tonggak pelaksanaan GLS secara menyeluruh diikuti berbagai strategi yang dilakukan sekolah untuk menciptakan lingkungan yang literat (istilah yang belakangan muncul). Namun, makna literasi sendiri tidak semua pendidik memahami secara utuh. Kata 'literasi' tidak termuat di Kamus Besar Bahasa Indonesia yang selalu menjadi rujukan. KBBI hanya memuat kata 'keberaksaraan' sebagai padanan literasi. Selain itu, kata yang berhubungan termuat adalah kata 'literator' bermakna ahli sastra atau penulis profesional serta 'literer' bermakna sesuatu yang berhubungan dengan menulis. Alhasil, secara sederhana 'literasi' disamakan dengan 'baca-tulis'.
LITERASI INFORMASI
Literasi sesungguhnya secara luas tidak hanya baca-tulis, tetapi dihimpun dalam induk besar yang bernama LITERASI INFORMASI seperti yang diungkap Brian Ferguson. Pada dasarnya literasi yang berhubungan dengan informasi terbagi atas LITERASI DASAR, LITERASI PERPUSTAKAAN, LITERASI TEKNOLOGI, dan LITERASI MEDIA. Gabungan Literasi Teknologi dan LIterasi Media menurunkan juga apa yang disebut Literasi Visual.
Literasi informasi didefinisikan:Â
“Literasi informasi adalah kemampuan untuk mengetahui ketika ada kebutuhan informasi, serta untuk dapat mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, dan efektif menggunakan informasi guna menghadapi isu atau masalah di depan mata. " (National Forum on Literacy Information)
Versi definisi lebih lengkap dicetuskan dalam Deklarasi Praha tahun 2003:
“Literasi informasi meliputi pengetahuan tentang perhatian seseorang terhadap informasi dan kebutuhannya, serta kemampuan untuk mengidentifikasi , menemukan , mengevaluasi , mengatur sekaligus efektif membuat, menggunakan, dan mengomunikasikan informasi untuk mengenali dan mengatasi masalah yang dihadapi; hal itu merupakan prasyarat untuk berpartisipasi dalam Masyarakat Informasi , dan merupakan bagian dari hak asasi belajar sepanjang hayat. "
Aktivitas di media sosial adalah salah satu cermin indikator tingkat kemelekan literasi informasi seseorang. Ada orang yang menggunakan gawai mahal, sebut saja seperti iPhone dan Samsung generasi terakhir, tetapi justru masih gagap menggunakan WA dan tidak paham menggunakan emoticon (sticker) yang berarti literasi teknologi dan literasi visualnya rendah.Â
Kasus lain seorang pemasar produk atau jasa yang meminta pertemanan dengan banyak orang di media sosial, lalu tiba-tiba mengirimkan penawaran produknya, jelas itu sedikit banyak memengaruhi komunikasi. Sang pemasar disebut kurang memiliki kecerdasan literasi media. Jika ia juga tidak mampu menulis dengan baik, ia disebut tidak memiliki kecerdasan literasi dasar (membaca, mendengarkan, menulis, dan berbicara).
Di sini sebetulnya tugas para pendidik menggerakkan literasi di lingkungan sekolahnya sangatlah berat. Namun, memulai dari hal kecil sangatlah berguna seperti pembiasaan membaca selama 15 menit tadi sebagai literasi permulaan atau literasi dasar. Tentu dalam hal ini buku atau bahan bacaan yang disediakan juga harus terpilih dan terpenting disukai anak-anak apabila ingin menumbuhkan minat membaca.