Apakah dalam menulis ada campur tangan Ilahi di sana?
Stephen King dalam bukunya On Writing: A Memoir of the Craft, menulis: "To write is human, to edit is divine." Menulis adalah pekerjaan manusia, sedangkan mengedit adalah pekerjaan Ilahi. Opini King tentang edit itu merujuk pada penyuntingan mandiri (self editing) oleh penulis. Jadi, bukan pada penyuntingan naskah (copyediting) yang dilakukan oleh editor naskah.
Mari kita dalami. Dulu pernah saya membaca artikel seorang penulis yang menyitir tip dari King untuk menulis bahwa saat menulis abaikan saja kaidah bahasa. Menulis saja terus.Â
Tip dari King itu jangan dipahami sepotong, tetapi harus dipahami bahwa King sedang mengulas tentang proses drafting dari menulis. Salah satu teknik drafting yang dikenal adalah free writing—menulis bebas tanpa memedulikan apa pun, termasuk kaidah bahasa.
Artinya, pada satu titik draf itu selesai, penulis harus menyunting tulisannya sendiri. Benar bahwa kelak di penerbit ada seorang editor yang mengedit naskah. Namun, penyuntingan mandiri yang dilakukan oleh seorang penulis merupakan bagian dari profesionalitas berkarya yang impaknya membuat para editor tersenyum—sebagian pekerjaan mereka sudah engkau selesaikan.
Menulis sebagai Tindakan Manusia
Aktivitas menulis digambarkan sebagai tindakan spontan, alami, dan intuitif. Seorang manusia pada dasarnya memiliki dorongan untuk mengekspresikan ide, cerita, atau emosi melalui kata-kata. Namun, tulisan awal (draf pertama) sering kali masih mentah, tidak sempurna, dan penuh kekurangan. Karena itu, King percaya bahwa draf pertama adalah momen ketika seorang penulis membiarkan ide mengalir bebas tanpa terlalu banyak mengkhawatirkan struktur atau kesempurnaan.Â
King menyatakan itu ibarat pintu tertutup, hanya ada kreativitas, tak ada kritik. Pintu itu juga menghalau bermacam gangguan dan pertanyaan apakah ini baik atau buruk? Apakah engkau cukup dipercaya untuk menulis topik itu? Tutup semua suara-suara yang meragukan.
Karena itu, saat menulis draf awal secara bebas, jangan dulu memasukkan rasa Ilahiah (memilah yang baik dan buruk) sehingga engkau menginginkan setiap kata, frasa, kalimat, dan paragraf harus sempurna. Jika itu yang dilakukan, percayalah bahwa tulisan engkau tidak akan pernah tuntas.
Menulis sebagai Tindakan Ilahi
Ini masih merupakan rangkaian proses menulis. Namanya self-editing. Proses itu dilakukan ketika seorang penulis menggunakan jiwa ketuhanan untuk menyempurnakan tulisan agar indah dan berguna. Proses itu melibatkan evaluasi kritis, menghapus bagian yang tidak relevan, memperbaiki struktur, dan memastikan pesan disampaikan dengan jelas.
Ada saran King yang juga saya terapkan. Setelah selesai menulis, draf itu saya diamkan dulu kira-kira 1–2 jam jika tulisan pendek dan 5-7 hari jika tulisan panjang seperti buku. Proses mengendapkan draf awal itu juga banyak dianjurkan para penulis lain.Â
King malah menganjurkan (untuk sebuah novel) waktu panjang mendiamkannya selama 6 minggu. Hal itu demi memunculkan perspektif yang lebih segar saat engkau membacanya kembali.