Seorang penulis KTI (karya tulis ilmiah) tidak dapat menghindari pengutipan. Ia perlu menggunakan pendapat, pemikiran, atau penemuan orang lain sebagai pendukung karyanya, sebagai pembanding, atau sebagai hasil yang hendak diungkap kelemahannya. Pendeknya, mengutip (karya tulis orang lain) adalah sebuah kelaziman. Namun, harus dilakukan berhati-hati agar tidak menjadi "kezaliman".
Ada dua cara mengutip tulisan yaitu mengutip secara langsung dan mengutip secara tidak langsung. Keduanya diperbolehkan, tetapi lebih disarankan seseorang mengutip secara tidak langsung dengan parafrasa. Makna parafrasa adalah mengungkapkan kembali sebuah tuturan (di dalam teks) dengan tuturan lain tanpa mengubah pengertian aslinya.Â
Dengan makna tersebut, parafrasa dapat berfungsi
- mengungkapkan teks kutipan dengan bahasa orisinal penulis;
- mempermudah pembaca memahami suatu teks kutipan; dan
- menghindari persentase kesamaan teks yang tinggi akibat banyaknya pengutipan.
Tidak ada patokan seberapa banyak seorang penulis harus mengutip untuk mengalirkan gagasannya ke dalam tulisan. Sepanjang kutipan itu penting dan membantu pembaca untuk memahami materi lebih jauh, penulis dapat menampilkannya. Namun, penulis harus membatasi diri dan menjaga etika penulisan KTI dengan tidak menjadikan tulisannya adalah kumpulan kutipan.
Meskipun parafrasa akrab di telinga para penulis KTI, sering kali mempraktikkannya sangat asing. Banyak penulis KTI kepayahan memenuhi target persentase kesamaan teks (kutipan) atau similarity kurang dari 30%. Artinya, kutipan yang benar-benar sama dengan teks aslinya (kutipan langsung) maksimal adalah 30%---tidak termasuk dokumen resmi seperti regulasi dan teori umum. Tidak ada cara lain melakukannya, kecuali dengan parafrasa.
Mesin pengecek kesamaan---alih-alih disebut pengecek plagiarisme---seperti Turnitin dengan kecanggihan kecerdasan buatan yang tertanam di dalamnya mampu mendeteksi setiap kutipan secara akurat. Karena itu, mau tidak mau para penulis KTI harus menerapkan parafrasa pada sebagian besar kutipan.
Kegagalan Parafrasa
Walaupun telah mencoba parafrasa, beberapa penulis dikatakan gagal menerapkannya. Alih-alih melakukan parafrasa, mereka malah terindikasi melakukan plagiarisme. Bagaimana hal ini terjadi?
Pertama, penulis melakukan parafrasa yang terlalu mirip dengan hanya mengubah kata-kata yang bersinonim. Perhatikan contoh berikut.
Teks asli:
Copyediting adalah ilmu paling mendasar yang semestinya dikuasai para editor. Pelakunya kerap disebut copyeditor walaupun di Indonesia secara umum hanya disebut editor. Berdasarkan tugasnya, editor sebenarnya terbagi dalam beberapa jenis, seperti copyeditor, right editor, acquisiton editor, dan editorial assistant. Namun, secara umum di Indonesia para editor merangkap semua tugas tersebut.
Teks Parafrasa: