Puncaknya adalah saat UTS dan UAS yang memperlihatkan nilai mahasiswa tak dapat dibilang bagus. UTS dan UAS yang dilaksanakan secara daring dan saya bebaskan pengerjaannya, malah dipandang sebagai kemudahan untuk saling bertukar jawaban. Serbasalah juga jika melaksanakan ujian secara daring untuk satu kelas dengan mengaktifkan video. Mungkin solusi ke depan harus dibegitukan seperti uji kompetensi/sertifikasi.
Siasat menyontek mahasiswa terlihat sekali karena saya mengampu mata kuliah penyuntingan. Salah tik yang sama atau menggunakan kalimat yang sama saja sudah menunjukkan bahwa mahasiswa nirusaha untuk dites.Â
Mungkin yang salah memang dosennya. Saya sendiri kurang becus mengajar atau  menganggap kuliah ini mah durang duraring. Akan tetapi, begitu mewawas diri, saya mah serius mengisi kuliah. Persiapannya juga matang, bukan setengah matang. Terkadang kuliah pada siang hari ditingkahi juga jurus melawan kantuk.
Pendeknya, kuliah daring yang diterapkan tiba-tiba ini memang seperti try and error, terutama memahami perilaku mahasiswa dalam pembelajaran daring. Saya sendiri berusaha menyisipkan empati terkait keterbatasan mahasiswa soal kuota dan sinyal, begitu pula kebosanan mengikuti kuliah hanya dari penjelasan dosen tanpa mampu berinteraksi, baik dengan dosen maupun teman-temannya.
Kuliah daring ini boleh jadi menimbulkan frustrasi, terutama bagi mahasiswa. Kecuali semuanya mengganggap, sekali lagi, ini mah durang duraring. Jangan terlalu seriuslah. Namun, terus terang saya terganggu dengan perilaku mahasiswa yang enggan belajar secara mandiri dan menjawab ujian sekenanya saja. Â Saya khawatir juga dengan model pembelajaran daring ini jika berlarut-larut tanpa perbaikan.Â
Lama-lama saya yang frustrasi. Sementara itu, menunggu pandemi COVID-19 berakhir, rasa-rasanya juga bakal lama.Â
Pengalaman dua semester ini membuat saya harus berpikir strategi kuliah daring yang efektif ke depannya. Hal ini tentu berbeda dengan pelatihan yang berdurasi pendek. Buah kuliah mendadak daring ini adalah saya tak optimal mengajar, mahasiswa pun tak optimal belajar. Kesadaran untuk belajar mandiri masih kurang, apalagi jika kuliah dipandang bukan sebagai masa depan mereka.Â
Menganggap kuliah daring adalah durang duraring memang tidak pada tempatnya. Rugi waktu dan rugi biaya. Ada mahasiswa yang tidak pernah hadir kuliah (dari presensi), tiba-tiba nongol di UTS dan UAS. Ada mahasiswa yang tidak pernah mengerjakan tugas, tetapi nongol di kuliah. Mungkin mereka menggunakan ilmu halimunan---menghilang dan tiba-tiba muncul.
Mungkin juga mereka kira kehadiran kuliah daring adalah sebuah kenisbian. Kuliah daring apakah durang duraring?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H