Kolega saya sempat mewanti-wanti saat akhir 2019 tentang resesi yang akan terjadi pada 2020 sebagai siklus sepuluh tahunan. Waktu itu tidak pernah terbayangkan bahwa krisis yang terjadi malah disebabkan oleh corona alias COVID-19. Bahkan, sebelum itu kami bersama tim kerja sempat berplesiran pertengahan Januari 2020 ke Shenzen tanpa tahu bakal ada serbuan virus ke Wuhan, Cina.
Jika kami pergi ke Shenzen setelah lockdown Wuhan, tentu kami bakal dikarantina karena menumpang pesawat Southern China Airlines yang dipenuhi orang Cina. Jadi, sebagai orang Indonesia yang penuh keberuntungan, untungnya kami ke Senzhen sebelum pandemi merebak.
Pandemi pun mampir ke Indonesia. Semua mulai kena imbas pada akhir Maret 2020, tidak terkecuali saya yang berprofesi sebagai wirausaha aksara (writerpreneur).Â
Beberapa kelas pelatihan yang bagi saya dapat menghasilkan belasan juta dalam satu kegiatan, akhirnya ditunda, bahkan tidak jelas apakah dapat dilanjutkan.
Dalam sebuah diskusi di WAG antarsesama writerpreneur, kami sempat membicangkan antisipasi krisis yang bakal berkepanjangan, paling tidak sampai akhir tahun. Apa yang dapat dilakukan oleh para writerpreneur?
Ini jelas ujian bagi kami yang menyebut diri writerpreneur--yang menggantungkan hidupnya dari menata aksara. Ilmu-ilmu kanuragan yang memerlukan kecepatan, keterampilan tingkat tinggi, dan ketepatan harus digunakan. Kalau tidak, kami pun rentan digilas Zaman Corona yang bikin merana ini.
1. Berikhtiar Melalui Kelas Daring
Saya mencoba membalikkan keadaan dengan mengadakan kelas daring (online) yang kini juga menjamur pada musim corona, bukan musim hujan.Â
Sejak April 2020 hingga kini, ada lima kelas daring berbayar yang saya selenggarakan. Teman saya, Anang YB, sampai-sampai mengingatkan untuk menjaga kesehatan karena tampak saya ngebut menggelar kelas.
Saya mengandalkan topik unik dan tentu jenama (personal brand) serta jam terbang di dunia writerpreneur. Topik kelas daring yang sudah saya selenggarakan, yaitu 11 Hari Menulis Buku Nonfiksi, Penyuntingan Bahasa, Konversi KTI Nonbuku Menjadi Buku Ilmiah Populer, dan Menulis Buku Ajar Perguruan Tinggi. Awalnya saya menggunakan aplikasi WAG untuk mengajar dan kini beralih ke aplikasi Zoom.
Kelas paling banyak diikuti oleh 60 orang dan paling sedikit oleh 6 orang. Kelas termurah Rp300.000 untuk dua hari penyelenggaraan dan kelas paling mahal Rp399.000,00.Â