Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sinkronisasi SKKNI, Silabus, dan Dosen di Perguruan Tinggi

6 Oktober 2019   17:46 Diperbarui: 6 Oktober 2019   19:17 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: bsci21.org

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) telah menjadi acuan utama dalam sertifikasi kompetensi kerja di Indonesia. Rumusan SKKNI disahkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Di dalam SKKNI tercakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang relevan dengan tugas atau jabatan seseorang.

Penyusunan rumusan SKKNI biasanya diajukan oleh pemerintah atau asosiasi profesi yang mendapatkan dukungan dari kalangan industri. SKKNI yang tersusun bakal digunakan sebagai acuan penyelenggaraan pelatihan berbasis kompetensi dan asesmen kompetensi yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Itu sebabnya para perumus SKKNI semestinya juga memahami segala aspek di dalam pelatihan berbasis kompetensi dan asesmen kompetensi.

Idealnya rumusan SKKNI dibuat bersama oleh asosiasi profesi, asosiasi industri, pemerintah, dan unsur perguruan tinggi. Dengan demikian, akan terjadi sinkronisasi antara SKKNI dan kurikulum di perguruan tinggi serta kebutuhan industri.

Sebagai contoh dalam bidang penulisan-penerbitan yang menjadi fokus perhatian saya selama ini, SKKNI idealnya diinisiasi oleh asosiasi profesi seperti Penpro (Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia) dan didukung oleh Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) atau APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia) sebagai asosiasi industri serta Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan yang mewakili pemerintah.

Pihak perguruan tinggi juga perlu dilibatkan seperti Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) dan Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) yang menyelenggarakan Prodi Penerbitan atau FBS Universitas Negeri Semarang dan FIB Universitas Indonesia yang mengadakan mata kuliah peminatan di bidang penyuntingan dan penulisan kreatif.

Namun, pada kenyataannya sering kali tidak terjadi sinkronisasi antara SKKNI yang disusun dan silabus (kurikulum) pemelajaran di perguruan tinggi sehingga profil lulusan tidak seperti yang diharapkan oleh industri. Pada ujungnya mahasiswa yang mengikuti asesmen sertifikasi kompetensi berbasis SKKNI akan terlihat kepayahan karena apa yang diajarkan tidak sinkron dengan yang diujikan.

Penyusunan silabus di perguruan tinggi, terutama pendidikan vokasi, idealnya melibatkan praktisi di dunia industri. Sang praktisi harus memahami profil SDM yang diperlukan untuk masa kini dan masa mendatang. Profil ini menyangkut pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang diperlukan guna menghadapi tantangan industri, terutama teknologi yang terus berkembang.

Mata kuliah yang sudah tidak relevan lagi, tentu harus dibuang dan digantikan dengan mata kuliah yang lebih memberi kepastian pemanfaatannya di dalam dunia kerja, terutama pada pendidikan vokasi. Jadi, mata kuliah disusun menurut kebutuhan industri, bukan menurut ketersediaan dosen yang ada di perguruan tinggi. Dosen sebagai pengajar juga harus dipastikan menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang ditegaskan di dalam rumusan kompetensi.

Saat mengikuti pelatihan tentang penyusunan SKKNI dan Peta Okupasi, saya mendapatkan pencerahan soal judul mata kuliah dan pelatihan. Apabila ada mata kuliah atau materi pelatihan yang diberi judul berikut: TEKNIK MENULIS BUKU AJAR, dapat dipastikan dosen/pelatih yang tidak menguasai penulisan buku ajar pun berani mengajarkan karena ia hanya akan menyampaikan dan menunjukkan teknik-teknik secara teoretis.

Hal ini berbeda jika mata kuliah atau materi pelatihannya berjudul berikut: MAHIR MENULIS BUKU AJAR maka dapat dipastikan dosen/pelatih yang tidak menguasai penulisan buku ajar bakal gentar mengajarkannya. Mengapa? Dengan kata 'mahir' tersebut, dosen/pelatih tidak sekadar memberi tahu teknik-teknik menulis buku ajar, tetapi ia juga harus menunjukkan caranya.

Fakta di dunia pendidikan tinggi kita galibnya demikian. Dosen yang tidak menguasai benar suatu mata kuliah dipaksakan untuk mengajar "teknik" tersebut.  Dosen yang tidak pernah menulis justru mengajar mata kuliah penulisan; dosen yang tidak pernah menyunting buku justru mengajar mata kuliah praktik penyuntingan. Mereka tenang-tenang saja karena sekadar memenuhi kewajiban menyampaikan teori dan teknik---terlepas dari benar atau salah yang disampaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun