Jadi, pandangan apakah seorang penulis harus spesialis atau harus generalis bagi saya dua-duanya adalah benar. Sewaktu lulus kuliah dan bergairah menulis apa pun, saya juga menulis soal politik, budaya, hingga pendidikan. Tak ada pikiran untuk disebut ahli di bidang tertentu, yang penting menulis.
Lalu, kefokusan itu datang dengan sendirinya karena saya sehari-hari bergulat di bidang penerbitan buku sehingga menjadi magnet yang menarik perhatian saya. Apalagi, dunia perbukuan 1990-an sampai 2000-an sarat dengan dinamika, ditimpali juga oleh gejolak dan krisis 1998.
Sampai-sampai kemudian oleh Muhidin M. Dahlan, dalam bukunya Inilah Esai, saya meskipun disebut hanya sekali digolongkan esais bidang perbukuan. Memang itu yang terjadi sehingga tahun 2000 saya sempat menyabet juara I lomba penulisan artikel dalam rangka 50 tahun Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia)---asosiasi penerbit tertua di Indonesia.Â
Selanjutnya, jenama diri saya sebagai penulis tidak dapat dipisahkan dari topik perbukuan meskipun saya juga menulis buku anak, buku pengembangan diri, buku bisnis, buku religi, dan buku pendidikan.
Namun, sejatinya saya ini generalis, baik generalis topik maupun generalis jenis. Generalis topik itu artinya saya fleksibel menulis apa pun. Soal ini, saya pernah mengisi satu rubrik di media daring yang khusus membahas soal kopi. Saya juga pernah menjadi kontributor tulisan untuk sebuah majalah internal di Kementerian Perdagangan. Â Â
Dalam hal generalis jenis, saya menulis fiksi, nonfiksi, dan faksi. Saya menulis puisi, cerpen, novel. Saya menulis makalah ilmiah, buku ajar, buku referensi, esai populer, berita, feature, dan hasil wawancara. Saya juga menulis memoar, biografi, dan autobiografi. Gado-gado sehingga sering mengkhawatirkan para penganut spesialis tentang pemosisian jenama yang dianggap tidak fokus.
Ternyata menulis itu seperti candu yang membuat orang seperti saya mengalami kenikmatan tersendiri dan selalu tertantang terhadap "rasa baru" dalam menulis. Menulis apa pun patut dicoba, tetapi bukan sekadar coba-coba.
Nah, di Kompasiana tidak dapat dimungkiri tulisan saya terbanyak adalah tentang dunia penulisan-penerbitan. Saya mungkin diposisikan oleh Redaktur Kompasiana sebagai orang yang konsisten menulis di satu bidang. Namun, sering juga saya jenuh menulis tentang menulis atau tentang buku-buku. Sekali-kali saya keluar dari tempurung itu dan menulis hal lain meskipun tidak diganjar "artikel utama".
Jenama sebenarnya dapat disematkan pada diri seorang penulis dengan "satu pukulan atau satu tembakan mematikan" yaitu karya. Cukup 1 karya yang memengaruhi, mengejutkan, atau membuat decak kagum publik pembaca maka seseorang akan dikenal sebagai penulis atau pakar di bidang tertentu. Karena itu, kumpulkanlah energi untuk membuat karya terbaik itu yang kata orang disebut master piece.
Pepatah asing ini mungkin tepat: be a flamingo in a flock of pigeons. Di antara penulis kebanyakan dan keadaan yang biasa-biasa saja, seseorang harus tampak berbeda. Perbedaan itu hanya berdaya dilakukan dengan karya, bukan dengan kejemawaan.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H