Saat kali terakhir mengunjungi Institut Penulis Indonesia, beliau pun langsung saya minta untuk membuat rekaman materi daring (online) bertajuk Writing Tools Box. Ia begitu bersemangat.
Materi itu baru saja selesai diedit dan rencananya akan ditayangkan Mei ini. Namun, tak sempat saya perlihatkan, beliau lebih dulu dipanggil Tuhan yang mengasihinya. Ia saya sebut sebagai pejuang literasi sejati yang tetap menulis dan berbagi sampai titik kata dan napas penghabisan.
Masih terngiang suaranya melengking jika mengajar, tetapi sejatinya ia adalah orang baik dengan hati bersih. Sesekali ia terlibat perdebatan di grup WhatsApp Rumah Penulis Indonesia (Rumpi), tetapi lebih banyak mendinginkan suasana yang sudah memanas. Bacaannya yang luar biasa, membuat argumennya sulit untuk dipatahkan siapa pun.
Selamat jalan, Mas Her, Juru Mengikat Makna. Kesedihan kami tak terbendung mengantarkan kepergianmu. Biarlah frasa "Mengikat Makna" itu menjadi kenangan baik bagi kami bahwa membaca dan menulis bukan sekadar membaca dan menulis, melainkan lebih dari itu adalah mampu mengikat makna dengan sempurna.Â
Engkau pernah mengungkapkan kegundahan dengan terjadinya kedangkalan literasi generasi tua dan generasi muda saat ini, efek dari media sosial. Karena itu, engkau juga bergiat di media sosial dengan berbagi tanpa pamrih.Â
Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu dan mengangkatmu pada derajat pengamal ilmu.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H