Seperti bergegas setelah 2017 menerbitkan buku Flow di Era Socmed: Efek Dahsyat Mengikat Makna, Hernowo pada awal tahun 2018 kembali menerbitkan buku bertajuk Freewriting---buku berkover merah menyala yang mengajarkan bagaimana menerapkan teknik menulis secara bebas. Ia hadiahkan satu eksemplar kepada saya sebagai salam hangat sesama penulis. Lalu, baru beberapa hari kemarin saya mengirimkan buku Menulis Saja!, karya terbaru saya untuk membalas hadiah dari beliau.
Tokoh yang dikenal lekat lewat karya Mengikat Makna ini mulai bergiat di dunia buku pada tahun 1984, membantu sahabatnya, Haidar Bagir, sesama alumni Jurusan Teknik Industri, ITB7. Penerbit Mizan pun tidak dapat dilepaskan dari namanya.
Selepas berkhidmat di MQS, penerbit milik Aa Gym, hampir saja saya bergabung di Mizan. Beliau yang menghubungi saya dan membuat janji bersua tahun 2008. Tawaran di Mizan tak dapat saya penuhi karena keburu saya berkomitmen mendirikan penerbit Salamadani. Seandainya belum ada komitmen, mungkin saya meneruskan jejak beliau di Mizan.
Hubungan kami meski jarang bersua, sudah sedemikian dekat. Bahkan, saya orang yang dipercayainya menggantikan ia untuk mengajar bahasa Indonesia penulisan di SMA Muththahari. Itulah catatan saya pernah menjadi guru SMA karena beliau meski hanya dua tahun.
Ia mengaku telat mengenal dunia buku dan menulis buku. Dunia yang kemudian menjadi tempat curahan waktu dan ilmunya tentang membaca serta menulis.
Hernowo yang di akun Facebooknya menambahkan nama Hasim ini kemudian mewarnai penerbitan Grup Mizan. Ia menjadi CEO Mizan Learning Center (MLC) dan juga CEO Penerbit Kaifa yang menerbitkan buku-buku how to populer.Â
Di Kaifalah, Hernowo seperti tak berhenti berkarya menghasilkan buku-buku berkualitas untuk literasi--jauh sebelum orang-orang di Indonesia sibuk dengan topik literasi.
Hernowo menjadi ikon penulisan dan penerbitan Indonesia yang kadang menempuh jalan sunyi. Namun, kepergiannya tiba-tiba pada malam Jumat Ramadan, 25 Mei 2018, dalam usia 61 tahun, sontak membuat ingar bingar kesedihan para pelaku perbukuan, terutama murid-murid beliau. Saya termasuk yang sangat kehilangan karena beliau menjadi "pendukung" saya dalam memperjuangkan daya literasi. Kami sepaham dan sehati.
Saya menjadi salah seorang teman dan murid beliau yang pada masa-masa akhirnya kerap bersama. Proyek CSR literasi yang kami kerjakan untuk Patraniaga Pertamina dan Yayasan Nurani Dunia pada akhir 2017 menjadi satu kenangan berkesan.Â
Mas Hernowo dengan kondisinya yang sudah mulai sakit, tetap bersemangat mengalirkan ilmu Mengikat Makna kepada para guru dan siswa di dua kampung, di pelosok Purwakarta. Ia tetap bersemangat menempuh perjalanan jauh Bandung-Jakarta-Plered.
Terakhir ia berkisah sedang menyusun mosaik-mosaik tulisan bagaimana ia menjalani terapi untuk sakit yang dideritanya dengan pengobatan unik dari dr. Tan Sho Yet di Tangerang. Ia tak lagi mengonsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat, sebagai gantinya ia memilih daun selada---sesuai dengan anjuran dr. Tan. Maka dari itu, kru di Institut Penulis Indonesia sudah mafhum ketika beliau ada, menyiapkan selada untuk makan siangnya.