Ramadan begini, ghirah membaca kaum Muslim biasanya menaik, terutama membaca buku-buku religi Islam. Dalam konteks bisnis seperti data Toko Gramedia, penjualan buku religi Islam selalu menempati posisi kedua setelah buku anak setiap tahunnya.
Penyebabnya selain karena populasi Muslim yang besar, tentu saja karena banyaknya judul buku Islam yang terbit, termasuk yang mendapat predikat laris atau best seller. Tidak hanya karya penulis lokal, karya terjemahan, terutama dari Timur Tengah juga laris manis.
Sayang belum ada survei nasional yang menyajikan data detail tentang penerbitan buku Islam di Indonesia. Namun, Indonesia memiliki event tahunan Islamic Book Fair yang digadang-gadang sebagai pameran buku Islam terbesar di dunia--mungkin karena memang hanya ada di Indonesia.
Kantong-kantong penerbitan buku Islam umumnya terkonsentrasi di Jawa, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Semarang, dan Surabaya. Manisnya bisnis buku Islam juga menyebabkan penerbit yang notabene dimiliki nonmuslim juga mengadakan lini buku Islam.
Dalam sejarahnya, buku Islam mulai tampil modern dan lebih variatif dalam tema pada tahun 1980-an. Hal ini dipelopori dengan lahirnya penerbit Pustaka Salman (ITB), Mizan, dan Gema Insani Press. Setelah itu lahir banyak penerbit Islam di berbagai kota.
Wacana-wacana Islam seperti tak pernah kering mulai dari fikih ibadah, sirah (sejarah), hingga muamalah dan mengangkat tema kontemporer lainnya. Bahkan, tema Islam juga merambah dunia bisnis, motivasi, anak-anak, remaja, serta sains.
Contoh karya Dr. Aid al-Qarni, La Tahzan, merupakan buku motivasi religi yang meledak di Indonesia dengan pembaca sasaran Muslimah. Dari lokal karya sejarah Islam berjudul Api Sejarah yang ditulis Prof. Ahmad Mansur Suryanegara juga meraih predikat best seller meskipun tebal dan berharga di atas Rp100 ribu.
Dalam pengalaman saya bergiat di penerbitan buku Islam, ide-ide penulisan untuk buku Islam tak pernah kering dan bersifat evergreen. Walaupun begitu, ada juga buku Islam yang masih menampilkan ide-ide yang monoton.
Kunci bagi para penulis buku Islam agar produktif sekaligus kreatif utamanya harus mau melakukan riset kebutuhan pembaca, mencermati kecenderungan dan tren, dan menggali lebih dalam wacana keislaman itu sendiri. Ada begitu banyak ide yang dapat dikembangkan karena Islam ibarat mata air yang tidak pernah kering sampai akhir zaman.
Peluang terbuka lebar pada masa kini karena menaiknya ghirah dan kesadaran ber-Islam secara kafah pada kaum Muslim Indonesia. Namun, tantangannya penerbit buku Islam di Tanah Air belum membentuk persatuan secara kukuh (dalam format asosiasi), termasuk membangun jaringan pemasaran secara nasional.
Ibarat kata orang Betawi, buku Islam kagak ada matinye. Bahkan, boleh jadi buku-buku Islam karya ulama, ustad, atau dai Indonesia bakal ramai menjadi rujukan dunia--pasca Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Â Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, A. Hassan, Buya Hamka, dan lainnya.