Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Seksinya" Penulis Sejarah

21 September 2017   08:36 Diperbarui: 21 September 2017   14:34 3538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu sejarah 1965 kembali mengemuka. Walaupun peristiwa 1965 baru lewat 52 tahun lalu, kontroversi dan misteri masih saja menyelimuti. Padahal, kejadian tragisnya hanya berlangsung 1 hari yang disebut dalam salah satu versi sejarah adalah percobaan kudeta oleh PKI. Hari-hari berikutnya adalah gerak cepat dari Soeharto mengendalikan situasi ketika para jenderal telah dihabisi. Hanya tersisa A.H. Nasution perwira tertinggi TNI yang saat itu tengah cedera karena tertembak kakinya serta harus menghadapi kenyataan kehilangan buah hatinya, Ade Irma Suryani. 

Mari melihat dari sisi dokumentasi sejarah. Tumbangnya Orde Lama melahirkan Orde Baru dengan kekuatan rezimnya mengontrol segala hal terkait publikasi sejarah. PKI benar-benar "ditelanjangi" dan dibungkam. Sejarah kelam itu ditampilkan dalam bentuk film bertajuk Pengkhianatan G30S/PKIyang disutradarai oleh Arifin C. Noer serta melibatkan sejumlah artis dan seniman papan atas di negeri ini pada masa itu. Lalu, muncul pula buku referensi sejarah paling laris tahun 1980-an bertajuk 30 Tahun Indonesia Merdeka. 

Buku tersebut terbit dalam empat jilid dan yang menjadi favorit adalah jilid 4 periode 1965-1973 karena di dalamnya termuat peristiwa mencekam dalam sejarah pascakemerdekaan Indonesia yaitu Peristiwa 30 September 1965. Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka dikemas dengan foto-foto sejarah yang menarik serta narasi-narasi ringkas sehingga sangat berpengaruh pada zamannya.

Penulis sejarah bernama Nugroho Notosusanto
Pada masa-masa itu bagi generasi seangkatan saya yang lahir tahun 1970-an juga mengenal buku pelajaran sejarah yang ditulis Nugroho Notosusanto berjudul Sejarah Nasional Indonesia(6 jilid). Nugroho yang sempat menjadi Mendikbud (Kabinet Pembangunan IV) ini juga adalah seorang tentara (ABRI kala itu) berpangkat akhir brigjen. Profil Nugroho sangat lengkap selain berkarier di militer, ia juga akademisi (sempat menjadi Rektor UI), dan dikenal sebagai sastrawan Angkatan '66.

Dalam catatan sejarah yang termuat di Wikipedia, Nugroho disebutkan juga sebagai penulis produktif. Ia menulis cerpen dan esai. Salah satu karyanya yang masih saya miliki adalah kumpulan cerpen berjudul Hujan Kepagian yang memuat lima cerpen dengan tema perjuangan--tema dominan yang selalu dipilih Nugroho dalam karya sastranya. Karena itu, dengan segala kompetensi dan latar belakangnya, Nugroho Notosusanto menjadi subjek yang paling tepat untuk menuliskan sejarah versi ABRI dan Orde Baru kala itu. 

Jadilah Nugroho kemudian diminta menuliskan sejarah ABRI pada tahun 1964 demi mengamankan isinya dari kontaminasi kelompok kiri, terutama terkait Peristiwa Madiun. Saat menjabat sebagai Mendikbud (1983-1985), Nugroho menggunakan kesempatan itu untuk menulis ulang buku pelajaran sejarah yang kental bermuatan peran militer (Sejarah Nasional Indonesia). Buku tersebut menjadi pembentuk tata benak generasi seangkatan saya yang mengunyah buku paket terbitan Balai Pustaka itu.

Tahun 1984, Nugroho dipercaya menjadi penulis skenario film Pengkhianatan G30S/PKI dalam versi Orde Baru yang kini diributkan kembali. Perdebatan soal film tersebut memang tidak dapat dilepaskan dari sosok dan peran Nugroho Notosusanto. 

Nugroho Notosusanto adalah contoh penulis sejarah yang berperan besar pada zamannya untuk menulis sejarah dalam versinya atau versi rezim yang merekrutnya. Setelah reformasi, kontroversi Nugroho mulai dibincangkan dan didebatkan. Ia adalah orang yang menyebutkan bahwa pencetus Pancasila pertama bukanlah Soekarno, melainkan Mr. Muhammad Yamin. Karena itu, tanggal 1 Juni tidak diperingati lagi oleh Orba sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Ia juga pernah mengusulkan mengganti Hari Pahlawan menjadi tanggal 1 Maret, bukan tanggal 10 November.

Kontroversial seorang Nugroho terhenti saat ia meninggal tahun 1985. Namun, efek kontroversial itu ternyata masih menjalar hingga sekarang, termasuk film Pengkhianatan G30S/PKI. Pada zaman Orba, penulis-penulis sejarah memang terbungkam oleh Rezim Soeharto. Sejarah berbelok, termasuk yang saya pahami sebagai generasi yang dibesarkan di sekolah pada zaman Orba.

Penulisan sejarah pascareformasi
Pascareformasi, mulai banyak buku putih sejarah yang terbit. Beberapa sejarawan dan penulis sejarah mulai berani meluruskan yang bengkok-bengkok tentu juga dalam versi mereka. Di Salamadani Pustaka Semesta, saya sempat membantu kelahiran buku Api Sejarah karya Prof. Mansur Suryanegara yang laku keras karena kontroversialnya. Di samping Prof. Mansur, ada juga Asvi Warman Adam, peneliti LIPI yang sempat menulis buku Membongkar Manipulasi Sejarah. Asvi juga berusaha meluruskan sejarah yang menurutnya genit berlenggak-lenggok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun