Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Bertahan dan Menyerang dengan Buku

17 Mei 2017   08:39 Diperbarui: 17 Mei 2017   09:51 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, 17 Mei, Hari Buku. Pencanangannya dilakukan pada masa Presiden Megawati dengan mengambil tanggal kelahiran Perpustakaan Nasional RI. Namun, tanggal itu juga menjadi tanggal lahirnya Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) yang berdiri tahun 1950 lalu. Adanya peringatan pada hari ini menunjukkan bahwa bangsa kita juga "ingat" soal buku meskipun kadang lupa untuk membacanya dan membangunnya.

Sehari sebelum hari buku kemarin, 16 Mei, saya kembali memberi pelatihan bertajuk Penulisan Buku Ilmiah Populer yang diselenggarakan LIPI Press. Ini sudah memasuki tahun ke-7 saya menjadi narasumber rutin di LIPI Press untuk melatih para peneliti mau dan mampu menulis buku ilmiah populer. terutama mengonversi (menyadur) laporan penelitian ke buku. Ada sekira 400 orang telah mengikuti pelatihan ini sejak diadakan rutin untuk membantu para peneliti mengonversi (menyadur) laporan penelitiannya menjadi buku ilmiah populer.

Ada kabar yang kurang menggembirakan. Anggaran untuk pelatihan penting ini terpaksa dipangkas oleh pemerintah tersebab yang kita maklumi bersama. Pemerintah lagi berfokus pada pembangunan infrastruktur. Artinya, pemerintah harus mengorbankan pembangunan "infrastruktur pengetahuan" dalam bentuk buku-buku yang juga tidak kalah penting dari tol, jembatan, waduk, ataupun pasar. Alhasil, LIPI Press tidak punya daya untuk menggenjot lagi produksi buku dari para peneliti melalui pelatihan yang sejak tiga tahun belakangan hanya diselenggarakan setahun sekali.

Padahal, sejak menyelenggarakan pelatihan tujuh tahun lalu, buku-buku LIPI Press mulai menampakkan perubahan. Tidak lagi kaku dan mencirikan secara kental keilmiahannya, tetapi sudah lebih menarik dalam materi, penyajian, dan juga daya pikat desain. Buku-buku yang diterbitkan juga mengandung pengetahuan luar biasa untuk bangsa.

Saya jadi ingat kutipan dari seorang pelukis pesohor bernama Jeihan: "Buku adalah kubu!". Dan satu lagi dari Mochtar Lubis, "Buku: Senjata yang kukuh dan berdaya hebat untuk melakukan serangan maupun pertahanan terhadap perubahan sosial, termasuk perubahan dalam nilai-nilai manusia dan kemasyarakatan."

Jadi, jangan remehkan kekuatan buku-buku, apalagi pada Hari Buku Nasional semacam ini yang menjadi pengingat dan alarm peringatan bagi kita untuk kembali pada buku. Perdebatan-perdebatan yang kini masif terjadi di dunia maya atau media sosial hampir kebanyakan tidak lagi berbasis pada kearifan buku-buku, tetapi lebih banyak yang berbasis pada informasi dangkal. Kita semakin enggan untuk berakrab dan bersahabat dengan buku. Semakin enggan untuk berpikir dan bertindak berdasarkan buku-buku.

Kedekatan suatu bangsa terhadap buku akan berbanding lurus dengan kemajuan bangsa itu sendiri. Dalam Islam, perintah membaca 'iqra' merupakan perintah pertama yang turun kepada Nabi Muhammad saw. Perintah itu dialirkan Allah melalui perantaraan kalam yang berisikan pengetahuan. Artinya, Allah telah mengajarkan kepada manusia untuk membaca dan menulis serta membudayakan buku sebagai sumber ilmu pengetahuan yang merekam masa lalu, mengekspose masa kini, dan membentangkan masa depan.

Kita melupakannya, lalu hanya ingat pada Hari Buku ini. Buku-buku kemudian menjadi "liar", dituliskan dan diterbitkan kebanyakan tanpa arah dan strategi. Penulisnya tak paham hakikat buku, penerbitnya juga setali tiga uang. Apa yang mereka paham hanya buku adalah bisnis dan ada pembaca yang siap "memakan" bukunya.  Alih-alih menjadi kubu untuk bertahan dan menyerang, banyak buku yang justru menjadi bumerang bagi kita. Bukannya mencerdaskan, malah membodohi masyarakat. Bukannya dimakan, malah memakan kita. Itu sebabnya, tepatlah pada 27 April 2017, DPR-RI akhirnya mengesahkan UU Sistem Perbukuan yang sejak 41 tahun lalu diidekan seorang Ajip Rosidi di depan Parlemen.

UU Sistem Perbukuan mau tidak mau memaksa pemerintah seperti halnya tercantum di Nawa Cita Jokowi-JK  bahwa negara harus hadir, termasuk dalam pembangunan pengetahuan masyarakat melalui buku. Buku terlalu penting untuk diabaikan sebagai infrastruktur pengetahuan bangsa. Buku terlalu penting untuk dicueki sebagai senjata dan kubu untuk bertahan di tengah masyarakat yang berubah cepat.

Francis Bacon pernah mengatakan juga soal buku. Buku itu ada yang pantas hanya untuk dirasa atau "dijilat"; ada yang pantas untuk "ditelan"; dan ada yang pantas untuk "dikunyah" dan "dicerna". Buku-buku yang mencerdaskan itu adalah buku-buku untuk "dikunyah" dan "dicerna" yaitu membacanya dengan analisis mendalam. Buku-buku inilah yang melahirkan para pemikir dan perancang strategi, seperti yang pernah terjadi pada Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, ataupun Moh. Natsir. Tokoh-tokoh bangsa kita tidak dimungkiri terbangun dan terinspirasi oleh buku-buku.

Selamat Hari Buku Nasional. Selamat memasuki perang pengetahuan. Jadikan buku sebagai kubu untuk bertahan dan senjata untuk balik menyerang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun