Mungkin agak telat saya mengucapkan selamat lewat tulisan ini kepada Pak Nasir Tamara, wartawan dan penulis senior yang kini menjadi Ketua Persatuan Penulis Indonesia (Satupena). Dari Kongres 26-29 April yang difasilitasi oleh Bekraf, Nasir Tamara mengalahkan kandidat lain yaitu Imelda Akmal. Artinya, kini sudah ada dua organisasi penulis di Indonesia. Satu lagi yang saya pimpin bernama Asosiasi Penulis Profesional Indonesia (Penpro).Â
Dengan adanya aturan baru dari Kemenkum HAM, kami kemudian menamai organisasi ini Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia. Penpro sudah dilegalisasi untuk dapat berkiprah dalam memajukan dunia penulisan di Indonesia. Anggota penpro terdiri atas penulis akademis, penulis bisnis, penulis kreatif, penulis media daring, penulis media massa (jurnalistik), dan juga penulis media anak. Lebih dari 20 cabang Penpro telah terbentuk di berbagai kota/kabupaten, seperti Makassar, Palu, Denpasar, Medan, Bengkulu, Bandung, Depok, Banten, Solo-Yogya, Semarang, dan Magelang.Â
Penpro sendiri dideklarasikan lebih awal yaitu pada 22 Desember 2016 di Kemendikbud RI yang dihadiri seratusan penulis lintas bidang dari berbagai daerah. Hadir juga tokoh penulis di Indonesia, yaitu Prof. Jimly Asshiddiqie, M. Jafar Hafsah, N. Syamsuddin Haesy, Eka Budianta, Aditya Gumai, M. Alfan Alfian, serta pejabat Kemendikbud seperti Awaluddin Tjalla (Kapuskurbuk) dan Supriyatno (Kabid Perbukuan Puskurbuk).Â
Saya, Bambang Trim, terpilih sebagai ketua secara aklamasi dan kemudian menunjuk Bachtiar Adnan Kusuma, penulis dan wartawan dari Indonesia Timur sebagai sekjen untuk masa kepengurusan 2016-2020. Penpro baru akan menggelar Kongres Penulis Profesional Indonesia I pada Agustus 2017 mendatang untuk mengesahkan program kerja organisasi. Walaupun begitu, Penpro telah aktif berkiprah seperti memberi masukan dalam uji publik RUU Sistem Perbukuan yang digelar DPR dan Pemerintah, memberi masukan untuk konsep pencegahan dan pengawasan buku berkonten tidak patut, menyelenggarakan pelatihan penulisan, dan juga melakukan advokasi terhadap para penulis yang menghadapi masalah.
Rencananya pada tanggal 20 Mei 2017 mendatang, Penpro akan menggelar kegiatan Pra-Kongres dalam bentuk bedah buku (Birokrat Menulis karya Adrinal Tanjung), pelantikan pengurus pusat dan pengurus daerah, pra-peluncuran buku Membangun Buku Menjadi Kubu, dan Simposium "Membaca untuk Menulis: Strategi Literasi Menyambut Lahirnya UU Sistem Perbukuan".
Mengapa harus ada dua organisasi penulis pada saat yang bersamaan? Kalau itu, sudah bicara takdir karena memang ada dua gagasan yang mencuat. Saya sendiri sudah menulis perihal ini di Kompasiana empat tahun yang lalu tentang tidak adanya asosiasi penulis ini yang memprihatinkan. Saya kebetulan tidak mengikuti gagasan asosiasi penulis yang diinisiasi Bekraf saat acara Borobudur Writer's Festival di Yogya, tetapi mengingat perlunya segera dibentuk asosiasi atau perkumpulan penulis maka saya dan teman-teman sesama penulis lalu berinisiatif segera melahirkan Penpro.
Dalam sejarahnya, perkumpulan penulis pernah ada, lalu hilang ditelan masa. Saat diadakan Kongres Perbukuan Nasional I Tahun 1995, tercatat beberapa perkumpulan penulis yang hadir, yaitu Himpunan Pengarang Aksara, Wanita Penulis Indonesia (WPI), Ikatan Pengarang Indonesia (IPINDO), dan Persatuan Pengarang Republik Indonesia (PEPERINDO). Pasca 1990-an, di Indonesia muncul juga Forum Lingkar Pena (FLP) dan Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) yang merupakan organisasi besar.Â
Pasca diundangkannya RUU Sistem Perbukuan menjadi UU pada Rapat Paripurna DPR-RI tanggal 27 April 2017 maka kedudukan asosiasi profesi penulis menjadi memiliki dasar hukum yang kuat dan berdiri sejajar dengan organisasi profesi lainnnya di bidang perbukuan. Di sisi lain, penulis akhirnya memiliki wadah yang berfungsi menjadi pengembang, pembina, dan pembela profesi penulis. Antara Penpro ataupun Satupena dapat saling bersinergi meningkatkan daya literasi bangsa melalui terbitnya tulisan-tulisan bermutu.
Saya mengenali Pak Nasir Tamara sejak di bangku kuliah dari tulisan-tulisannya di Republika. Begitu saya mendengar beliau terpilih menjadi Ketua Satupena maka ia adalah orang yang tepat dengan pengalamannya yang segudang di dunia penulisan. Jika beliau banyak berkutat di media massa, saya sendiri banyak berkuat di media buku. Satu-satunya pengalaman jurnalistik saya adalah kala menjadi pemimpin redaksi Tabloid MQ selama dua tahun. Dua puluh tahun lebih kiprah saya lebih banyak dihabiskan di dunia penerbitan buku.
Selamat bertugas membawa armada Satupena, Pak Nasir Tamara. Salam literasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H