Anda tahu siapa pencipta tagline 'semboyan atau slogan' berikut ini?
Merdeka atau Mati (semboyan para pejuang kemerdekaan)
Jalesveva Jayamahe (semboyan TNI Angkatan Laut)
Pantang Pulang Sebelum Padam (semboyan Damkar)
Sekali di Udara Tetap di Udara (semboyan RRI)
Restorasi Indonesia (semboyan Partai Nasdem)
Orang Pintar Minum Tolak Angin (slogan Tolak Angin)
Sama, saya juga tidak tahu atau belum mencari tahu. Namun, yang jelas para penciptanya adalah seniman kata-kata atau orang yang mendedikasikan hidupnya untuk institusi/lembaga yang dicintainya itu. Di sisi lain, penciptaan sebuah tagline juga bagian dari bisnis industri periklanan ataupun industri penulisan-penerbitan.
Sido Muncul tentu sangat bangga dengan tagline jamu Tolak Angin-nya yang langsung membumi itu. Namun, tagline itu sempat "terganggu" oleh Bintangin dengan menyisipkan kata-kata Masuk Angin Gak Mesti Pintar .... Terakhir "perang" dua produsen obat masuk angin ini diramaikan lagi tagline Bintangin Orang Pintar Kalah Sama Orang Bejo yang memajang mimik khas Butet Kertaradjasa.
Saya memang tidak tahu berapa biaya yang dikeluarkan Telkom mengganti tagline Commited to You menjadi The World in Your Hand. Saya cuma mengira-ngira kisah di balik pergantian itu bahwa slogan pertama bersifat personal, tetapi kurang luas dan kurang mencirikan perkembangan teknologi ke depan. Bandingkan dengan slogan Nokia Connecting People, tampak senada. Lalu, dibuatlah slogan baru yang tidak hanya terkesan personal, tetapi juga menampakkan kemajuan teknologi yaitu dunia di dalam genggaman--salah satu efek dari berkembangnya teknologi internet dan digital.
Direktorat Jenderal Pajak juga pernah mengenalkan slogan Orang Bijak Taat Pajak. Entah dari mana berasal--atau memang penampakan kreativitas orang Indonesia--slogan itu kemudian diplesetkan menjadi Orang Pajak Tidak Bijak dan menjadi olok-olokan terus ketika meledaknya kasus Gayus. Slogan itu pun berubah tahun 2012 menjadi Pajak Menyatukan Hati, Membangun Negeri. Bangga Bayar Pajak. Slogan baru terkesan impresif. Namun, kalau ditanyakan kepada Pak Jus Badudu atau Badan Bahasa, kalimat ini termasuk dianggap kurang bernalar karena bagaimana mungkin pajak bisa menyatukan hati untuk membangun negeri?