Sekelebat Cerpen | Â Indah dan Ibu Pasuruan
"Le, kabarnya baik-baik saja kan, Le?" Melalui telpon, Ibu menanyakan kabar  saya dengan sebutan panggilan "Le".  Tapi kalau di depan Indah beliau memanggil saya dengan nama panggilan "Mas Bambang", mengikuti panggilan Indah ke saya.
"Alhamdulillah kabar saya baik Bu. Kabar Ibu juga baik ya Bu?"
"Iya Le. Â Alhamdulillah kabar Ibu juga baik, Le. Kabar Genduk juga baik kan, Le?" Â Seperti biasanya kalau Ibu menelepon, kabar yang ditanyakan pertama adalah kabar saya, setelah itu baru menanyakan kabar Indah. Beliau menyebut Genduk sebagai tanda telah mengakui Indah sebagai calon pendamping hidup saya. Tanda bahwa Indah sekarang sudah dianggap sebagai bagian keluarga Ibu Pasuruan.
"Alhamdulillah kabar Indah juga baik Bu"
"Biar Ibu tahu langsung kabarnya Genduk, Ibu nanti akan nelpon Genduk saja ya Le?"
"Inggih (iya), Bu"
Segera setelah selesai berbicara via telpon dengan Ibu, saya langsung kirim WA ke Indah.
"In, sebentar lagi Ibu Pasuruan mau nelpon"
"Ok, Siap!" Indah membalas pesan WA saya dengan singkat dan cepat.
"Assalamualikum"
"Wa alaikumsalam, Ibu," Indah membalas panggilan telpon dari Ibu Pasuruan.
"Bagaimana kabar Genduk? Semoga baik-baik saja ya, Nduk?
"Alhamdulillah berkat doa dari Ibu, kabar Indah sekarang baik-baik saja, Bu. Indah selalu mendoakan semoga kabar Ibu dan seluruh keluarga di Pasuruan dalam keadaan yang baik dan sehat selalu"
"Aamiin.....Alhamdulillah, Nduk, kabar Ibu dan semua keluarga di sini dalam keadaan baik."
"Alhamdulillah kalau begitu, Ibu" Indah membalas telpon Ibu Pasuruan dengan hati yang sangat senang karena dapat nama panggilan khusus, yaitu: Genduk.
"Kalau Ibu boleh tahu, apa acara Genduk di hari minggu ini?"
" Acaranya nanti agak siangan sedikit Indah mau diajak Mas Bambang ke Kulalet, ke kediaman guru spiritualnya Mas Bambang, Ibu"
"Ibu juga pernah di ajak Mas Bambang ke sana, Nduk" Indah setengah kaget karena Ibu ikut-ikutan dengan cara Indah memanggil Mas Bambang yaitu dengan sebutan panggilan "Mas Bambang". Sedangkan tentang Kulaletnya, Indah tidak kaget karena pernah diceritakan oleh Mas Bambang.
"Oh, ya, pagi ini sudah sarapan belum, Nduk?" Indah sangat senang mendapatkan perhatian penuh dari Ibu Pasuruan.
"Belum Bu. Rencananya nanti mau sarapan bareng Mas Bambang di rumah kos ini. Sekarang Indah sedang memasak kesukaan Mas Bambang....masakan khas Pekalongan, Ibu."
"Opo kuwi, Nduk?...hehehe"
"Sego Sotong dengan Bumbu Megono, Ibu"
"Kapan-kapan kalau Ibu ke Bandung, tolong dibuatkan juga ya Nduk ya...biar yang merasakan tidak hanya Mas Bambang saja....hehehe," Indah sangat senang mendengar keceriaan Ibu dalam menelepon yang disertai tertawa lembut bernada tulus menyayangi Indah.
"Iya, Ibu...dengan senang hati, akan Indah buatkan masakan khas Pekalongan tersebut khusus buat Ibu dan Mas Bambang."
"Oh, ya mumpung Ibu lagi ingat. Pesan Ibu, kalau misalnya Mas Bambang ada kekurangan perhatian ke Genduk, jangan lupa telpon Ibu ya Nduk ya?"
"Inggih, Bu." Indah membalas dengan singkat sambil pikirannya dipenuhi tanda tanya besar terkait kalimat Ibu yang terakhir:" ..........kalau misalnya Mas Bambang ada kekurangan perhatian ke Genduk, jangan lupa telpon Ibu......"
Rasa penasaran Indah terhadap kalimat Ibu tersebut semakin menguat setelah selesai perbincangan Indah dengan Ibu Pasuruan.Â
Agar rasa penasarannya bisa hilang, rencananya Indah akan menanyakan langsung ke Mas Bambang kalau nanti Mas Bambang sudah datang ke sini.
(indah dan ibu pasuruan, 2024)
Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Indah dan Ibu Pasuruan. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Baca juga: Sekelebat Cerpen: Indah (1)
Baca juga: Sekelebat Cerpen: Indah (2)
Baca juga: Sekelebat Cerpen: Indah (3)
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!