Mohon tunggu...
Bambang Syairudin
Bambang Syairudin Mohon Tunggu... Dosen - (Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

========================================== Bambang Syairudin (Bams), Dosen ITS ========================================== Kilas Balik 2023, Alhamdulillah PERINGKAT #1 dari ±4,7 Juta Akun Kompasiana ==========================================

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sekelebat Cerpen: Peluang Indah

15 Maret 2024   08:00 Diperbarui: 15 Maret 2024   08:01 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi merupakan dokumen pribadi 

Sekelebat Cerpen | Peluang Indah

"Mas Bambang tolong berhenti dulu, Mas, ada telpon dari Bu Lik Pekalongan."

Indah meminta saya untuk menghentikan kendaraan yang terlanjur melaju kencang menembus udara dingin perbukitan Sumedang. Kalau Indah tidak mengatakan dengan suara keras sekali pasti suaranya hanya samar-samar terdengar.

Berbicara di atas sepeda motor yang melaju kencang tentu suaranya kurang jelas terdengar, karena ada gangguan suara dari terpaan angin dan deru kendaraan lainnya.

"Iya, In,"  saya jawab sambil meminggirkan sepeda motor ke tepi jalan yang lebih aman untuk memarkirkan sepeda motor. Jalanan berliku di tebing bukit Cadas Pangeran dengan jurang yang sangat dalam tentu sangat menakutkan, karena bila kurang waspada sedikit, nyawa bisa melayang.

"Halo Bu Lik. Assalamualaikum," Indah menghubungi kembali Bu Liknya yang dari Pekalongan, karena telpon pertama dari Bu Liknya terlambat Indah angkat.

"Halo. Wa alaikum salam, In. Ada hal penting sekali yang ingin Bu Lik ceritakan, In."

"Inggih (iya), Bu Lik. Indah siap mendengarkan."

"Sudah dengar belum, In? kalau Mas Toni mau nikah lagi dengan alasan ingin segera memiliki keturunan."

"Indah belum dengar, Bu Lik. Alhamdulillah banget kalau benar begitu, Bu Lik, karena berarti ada peluang kasusnya Indah bisa cepat selesai."

"Tidak sesederhana itu, In, karena ada yang bilang ke Bu Lik bahwa Mas Toni tetap tidak mau menceraikan Indah. Alasannya, Mas Toni masih cinta sama Indah."

"Terus menurut Bu Lik, harus bagaimana Indah menyikapi dengan adanya kabar cerita tentang Mas Toni tersebut?"

"Saran Bu Lik, segera ajukan lagi gugatan cerai ke Mas Toni, tapi setelah betul-betul terbukti Mas Toni nikah lagi. Dengan adanya bukti baru tersebut, mudah-mudahan semakin besar peluang Indah memenangkan gugatan cerainya Indah di Pengadilan."

" Iya Bu Lik. Aamiin, Bu Lik. Terima kasih atas sarannya Bu Lik."

"Terima kasih sama-sama, In. Sudah ya In. Assalamualaikum."

"Iya Bu Lik. Wa alaikum salam, Bu Lik,"

Baru beberapa menit Indah menutup telponnya, hape Indah bunyi lagi. Setelah dilihat ternyata dari Bu Liknya lagi. Telpon langsung diangkat untuk menerima panggilan telpon dari Bu Liknya.

"Halo Bu Lik. Assalamualaikum."

"Wa alaikum salam, In. Ini ada yang kelupaan dari Bu Lik yang harus Bu Lik sampaikan, In."

"Iya, Bu Lik. Indah siap mendengarkan."

"Begini, In. Indah kenal sama Pak Haji Rahardjo, kan, In?"

"Iya kenal Bu Lik, beliau sahabat karib ayah, Bu Lik."

"Betul, In. Beliau datang ke rumah Bu Lik, dan katanya sangat berminat untuk membeli rumahnya Indah, jika misalnya akan dijual."

"Kok Pak Haji Rahardjo bisa bilang begitu, apakah ada yang menawar-nawarkan rumah Indah ya Bu Lik?"

"Bu Lik tidak tahu, In...Bu Lik juga tidak pernah menawar-nawarkan rumahnya Indah. Entah beliau dikasih tahu siapa, yang jelas beliau sudah tahu kalau rumahnya Indah dibiarkan suwung ditinggal kerja di Bandung."

"Maaf, langsung saja Indah jawab ya Bu Lik. Rencananya Indah tidak akan menjual rumah Indah tersebut, Bu Lik. Alasannya biar bisa dijadikan jujugan atau tempat singgah kalau Indah sewaktu-waktu pulang kampung atau mudik, Bu Lik."

"O, begitu ya, In. Nanti akan Bu Lik sampaikan ke Pak Haji Rahardjo, jawaban dari Indah tersebut."

"Iya, Bu Lik. Terima kasih sebelumnya ya, Bu Lik."

"Iya, In. Assalamualaikum."

"Wa alaikum salam, Bu Lik."

Indah menutup telponnya kemudian mendekat ke saya sambil mengatakan bahwa ada kabar penting dari Bu Liknya yang akan Indah ceritakan ke saya setelah nanti sampai di tujuan. Tujuan yang hendak kami tuju adalah kawasan perbukitan Sumedang yang dikenal dengan nama Dayeuh Luhur.

(peluang indah, 2024)

Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang  Peluang Indah. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun