Sekelebat Cerpen | Mata di Balik Pintu
Mata di balik pintu.
Mata siapakah itu?
Orang itu yakin sekali.
Ajalnya sedang menanti.
Dia yakin karena tugas-tugasnya sudah selesai.
"Mengapa engkau berada di balik pintu. Sudah waktunya kah untuk menjemputku?," dia berbicara kepada mata yang sejak tadi berada di balik pintu.
"Masih adakah kesempatan buatku memanjatkan doa terakhirku ?"
Istri setianya yang duduk di sebelah pembaringannya, terus menangis.
Kerdipan mata di balik pintu itu, cahayanya mengisyaratkan agar orang itu bersiap-siap untuk melepaskan nafasnya yang terakhir.
Dia pejamkan matanya karena ingin mengakui di dalam hati bahwa sakitnya ini adalah akibat kesalahan-kesalahannya sendiri. Dia berharap semoga dengan sakitnya ini dapat terkurangi dosanya. Â
Dia lalu menoleh ke istrinya  hendak berpamitan untuk selama-lamanya.
Menoleh sambil menahan tarikan nafas terakhirnya.
Istri setianya yang melihat kejadian itu, makin menangis menjadi-jadi, sambil terbata-bata berkata, "Ijinkanlah aku menemani kepulanganmu ke sana."
Mendengar istrinya menangis dan memohon seperti itu, dengan menggunakan sisa nafasnya yang terakhir, dia berdoa dengan sekhusuk-khusuknya memohon supaya istri tercintanya dapat diajak serta bersamanya menuju ke haribaan Illahi.
(mata di balik pintu, 2024)
Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Mata di Balik Pintu. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Baca juga: Sekelebat Cerpen: Indah (1)
Baca juga: Sekelebat Cerpen: Indah (2)
Baca juga: Sekelebat Cerpen: Indah (3)
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!