Mohon tunggu...
Bambang Syairudin
Bambang Syairudin Mohon Tunggu... Dosen - (Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

========================================== Bambang Syairudin (Bams), Dosen ITS ========================================== Kilas Balik 2023, Alhamdulillah PERINGKAT #1 dari ±4,7 Juta Akun Kompasiana ==========================================

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sekelebat Cerpen: Sudah Dicoba Belum Diuji

19 Januari 2024   20:11 Diperbarui: 19 Januari 2024   20:21 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekelebat Cerpen | Sudah Dicoba Belum Diuji

Sopirnya bernama Loman. Biasa dipanggil Pak Loman. Dia pemilik mobil yang dipakai rombongan "Nglencer bareng warga RT".  Semua keperluan pergi bersama ini dengan dana pribadi masing-masing. Tidak menggunakan dana dari Kas RT. Kebetulan harinya minggu, semua warga RT bisa ikut semua. Sekaligus untuk merayakan terpilihnya ketua RT yang baru. Mereka perlu merayakan ini karena seperti yang sudah-sudah kalau tidak sedikit dipaksa, umumnya mereka tidak mau dipilih jadi Ketua RT. Alasannya bermacam-macam. Nah, ini kebetulan ada yang mau. Langsung seluruh warga secara bulat setuju. Siapakah dia?.....Ya Pak Loman ini orangnya.

Ada banyak mobil yang dipakai buat nglencer bareng (pergi bersama) ini. Mobil Pak Loman ini hanya salah satunya saja.
Di sebelah kiri Pak Loman duduk istri tercintanya yang bernama Megahningrum atau Bu Megah tapi beliau biasa dipanggil Bu Loman sebagai penanda bahwa dia istrinya Pak Loman.

Kursi tengah diisi tiga, yang menempati masing-masing istrinya Pak Sapuan, istrinya Pak Lekan, dan istrinya Pak Kusnan. Sedangkan deretan kursi belakang diisi oleh Pak Sapuan, Pak Lekan, dan Pak Kusnan.

Anak-anak mereka kali ini sengaja tidak diajak. Biar fokus bisa berbincang gayeng tak terganggu rengekan atau ulah rewel anak atau karena alasan lainnya.

Ketua RT yang lama sudah memberikan komando agar semua mobil rombongan segera berangkat karena peserta rombongan sudah hadir semua dan sudah berada di dalam mobil masing-masing rombongan. Dan berangkatlah iring-iringan rombongan "Nglencer bareng warga RT". Rombongan tidak diatur mana yang di depan mana yang di belakang. Rombongan Pak Loman berada di paling belakang. Sedangkan mobil rombongan Ketua RT lama berada paling depan. Tempat yang dituju adalah perbukitan nan indah sejuk di sebelah selatan kota.  Tempat tersebut sudah biasa dijadikan acara seremonial warga RT. Jadi tentang arah jalannya mereka semua sudah hapal.

Setelah kurang lebih menempuh satu jam waktu perjalanan, mobil rombongan mulai melambat. Mungkin karena hari minggu jalanan ramai padat. Akhirnya macet sama sekali tak bergerak. Dan sudah biasa kalau kondisi seperti ini, jalan raya diramaikan pula oleh para penjaja makanan dan minuman ringan. Mereka berseliweran di samping kanan kiri kendaraan menawarkan barang dagangannya. Bahkan tak jarang mereka berani mengetuk-ketuk kaca jendela mobil sambil menunjukkan barang dagangannya.

" Kua..kua..kua....dua ribu ...dua ribu...dua ribu.."

"yang dingin..yang dingin....yang dingin. Cuma dua ribuan saja pak...mau?"

Pak Loman membuka kaca jendela, " Beli delapan botol ya mas ?"

Wajah pedagang yang masih muda usia tersebut nampak menggambarkan raut muka sangat senang. Sambil mengambil tas kresek hitam agak besar, dia menaruh kedelapan botol ke dalam tas kresek.

" Enam belas ribu ya mas?"
" Iya Pak," jawab pedagang tersebut.

"Sini sini sini mas biar saya saja yang membayar".

"Jangan Bu, jangan diterima dulu Mas,  ini saya saja yang membayar".

"Mas...mas..lewat samping sini. Sini mas saya saja yang membayar".

Semua pada berebut ingin membayar 8 botol minuman.
Bu Sapuan sudah mengeluarkan uang pas enambelas ribu rupiah, demikian juga Bu Lekan.
Sedangkan Bu Kusnan mengeluarkan uang duapuluh ribuan.

Gerakan rebutan pada mau mbayari ini cukup membuat gaduh isi mobil. Gaduh yang kalau ditafsirkan termasuk gaduh yang tergolong baik, karena kegaduhannya didorong untuk memberi dalam bentuk membayari semua barang yang dibeli, dalam hal ini adalah delapan botol minuman dengan total harga enambelas ribu rupiah.

Lantas, siapakah yang berhasil membayari? Jawabnya adalah Pak Loman. Kaca jendela dia sudah terbuka. Uang enambelas ribunya juga sudah ada. Lalu dia bayarkan ke pedagang minuman tersebut.

Di perempatan jalan kota yang dikenal sebagai Kota Onde-Onde ini, mobil rombongan belok kiri lalu lurus mengarah ke bukit yang dituju. Di tengah perjalanan, Pak Loman melihat dashboardnya, bensinnya tinggal sedikit. Pak Loman tak mau mengambil risiko, langsung dia belokkan mobilnya memasuki area Pom Bensin. " Bapak bapak ibu ibu permisi saya mengisi bensin dulu ya?".  " Kita isi full saja ya bapak bapak ibu ibu?," Sebagian ada yang menjawab "ya"; ada yang menjawab "inggih", dan ada yang seperti sedang tidur atau bisa jadi seperti sedang pura-pura tidur.

Petugas Pom Bensin mulai mengisi dan angka penunjuknya pun mulai bergerak dari angka nol. Dari dalam mobil mereka bisa melihat secara jelas angka penunjuknya bergerak dan mulai berhenti pada angka tiga ratus delapan puluh lima ribu rupiah. " Tiga ratus delapan puluh lima ribu rupiah ya pak?," suara Pak Loman terdengar jelas menyebutkan angka rupiah tersebut kepada petugas Pom Bensin. Suara tersebut juga terdengar jelas dari dalam mobil. Tetapi tak ada satu pun tanggapan berebutan sebagaimana ketika mereka beli delapan botol minuman. Tak ada tanggapan. Mereka diam semua, tidak berebutan dan tak ada satupun yang bersuara untuk membayari. Pak Loman dan Bu Loman saling berpandangan menunjukkan tanda geli di hati.

(sudah dicoba belum diuji, 2024)

Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Sudah Dicoba Belum Diuji. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun