Mohon tunggu...
Bambang Syairudin
Bambang Syairudin Mohon Tunggu... Dosen - (Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

========================================== Bambang Syairudin (Bams), Dosen ITS ========================================== Kilas Balik 2023, Alhamdulillah PERINGKAT #1 dari ±4,7 Juta Akun Kompasiana ==========================================

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sekelebat Cerpen: Bertemu dengan Diri Sendiri (12)

11 Januari 2024   08:00 Diperbarui: 11 Januari 2024   08:42 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi merupakan dokumen karya pribadi (Karya Bambang Syairudin) 

Sekelebat Cerpen | Bertemu dengan Diri Sendiri (12)

Walaupun hanya pernah jumpa sekali, karena Pak Urip sangat tulus dalam memberi pekerjaan. Orangnya juga terbuka dan sangat bisa ia rasakan tak tinggi hati meski statusnya sangat tinggi. Selama perjumpaan dengan Pak Urip tersebut, hati Trimo sangat yakin bahwa dialah salah orang yang mengayomi, menyejukkan dalam berkomunikasi, serta nguripi atau menghidupi dalam arti menolong orang yang membutuhkan nafkah untuk kelangsungan hidupnya. Dengan keyakinan atas penilaian dirinya tentang Pak Urip tersebut, Trimo tidak sungkan-sungkan lagi melangkahkan kaki mampir ke rumahnya, lebih tepatnya ke istananya yang sangat megah di Pusat Kota Ciptarasa.

Trimo ditemui oleh salah satu penjaga rumah Pak Urip. Penjaganya sangat tegas namun sangat ramah. Setelah ia mengenalkan diri menyebutkan namanya, penjaga tersebut langsung memeluknya kemudian sebelum melepaskan pelukannya, penjaga tersebut menciumi tangan Trimo berkali-kali. Trimo sangat keheranan karena baru kali ini diperlakukan layaknya seorang tokoh yang sangat dihormati. Dalam hati Trimo bertanya ada apakah ini.

Trimo membiarkan tangannya diciumi sampai selesai. Sambil menunggu apa yang sebenarnya akan diutarakan oleh panjaga rumah Pak Urip ini, yang dari perkenalannya tadi diketahui namanya adalah Kang atau Pak Ihsan. Tapi Trimo disuruh memanggilnya Kang Ihsan, jangan Pak katanya. Kang Ihsan orangnya gagah sepintas kelihatan menakutkan dan galak, tetapi ketika sudah mendengarkan nada bicaranya yang santun dan halus, kesan galak dan menakutkan langsung hilang.

Trimo masih menunggu apa yang akan disampaikan oleh Kang Ihsan, tapi rupanya Kang Ihsan masih sangat kesulitan untuk menata kalimatnya. Ia terbata-bata dan berkali-kali gagal mengucapkannya. Hanya airmatanya mulai mengambang lalu membasahi pipinya. Trimo mencoba tidak ingin menginterupsi. Ia berikan kesempatan Kang Ihsan hingga hatinya tenang untuk menyampaikan isi hatinya. Karena tak berhasil menyampaikan kata-katanya. Terhalang oleh desakan tangisnya yang sulit untuk dihentikan, maka Kang Ihsan langsung menyodorkan secarik kertas kepada Trimo. Trimo menerimanya lalu tenggelam dalam kedukaan yang mendalam setelah membaca isinya. Kang Ihsan dan Trimo kini satu frekuensi duka yang sama, meneteskan airmata duka dari dalam hatinya yang berduka.

Kata pembantu atau asisten rumah tangga yang lain, seminggu sebelum wafatnya, Pak Urip rawuh (datang) ke sini mengumpulkan seluruh penjaga, pembantu atau asistennya. Beliau sangat sehat tak ada tanda-tanda menderita sakit. Pada waktu itu, beliau dengan serius memberikan instruksi dengan isi instruksi kurang lebih tentang Pak Trimo. Untuk menerima dan menyambut dengan baik jika sewaktu-waktu ada orang yang bernama Pak Trimo datang ke rumah ini, kata beliau. Pembantu atau asisten rumah tangga tersebut, yang namanya Bu Asih, kemudian melanjutkan lagi bahwa disamping memberikan instruksi, beliau juga menulis surat yang dititipkan khusus kepada Kang Ihsan.

Trimo mendengarkan kata-kata Bu Asih dengan penuh hormat. Dengan kata " instruksi" yang diucapkan Bu Asih, menjadikan Trimo menafsirkan bahwa tak hanya kesantunan yang mencirikan perilaku penghuni rumah ini, tapi kedisiplinan juga nampak diutamakan.

Seperti halnya Kang Ihsan, Bu Asih pun tak kuasa menahan tangis.

Menangis karena ternyata kehadiran Pak Urip di Ciptarasa adalah kehadiran terakhirnya.

Semoga beliau husnul khotimah.

(bertemu dengan diri sendiri (12), 2024)

Sekelebat cerpen ini dirangkai dengan cara singkat dan sangat sederhana untuk menceritakan tentang Bertemu dengan Diri Sendiri (12). Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun