Mohon tunggu...
Bambang Syairudin
Bambang Syairudin Mohon Tunggu... Dosen - (Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

========================================== Bambang Syairudin (Bams), Dosen ITS ========================================== Kilas Balik 2023, Alhamdulillah PERINGKAT #1 dari ±4,7 Juta Akun Kompasiana ==========================================

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ini Bukan Puisi (2)

13 Juni 2021   01:44 Diperbarui: 22 Juni 2021   05:45 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini Bukan Puisi (2)

ada satu yang kocak
dari logika kakak
yang bikin ngakak

namun setelah dijelaskan
ternyata ada benarnya juga


begini permulaan ceritanya:

di kampung halaman saya, desa pekajangan
kabupatennya pekalongan, saya dan kakak
terlibat dalam perbuatan yang namanya:
begadang bareng kakak

entah tak sengaja ataukah sudah direncana
tiba-tiba kakak memberikan kepada saya:

satu tebak-tebakan, yang bagi saya 
kerasa mudah banget pertanyaannya:
mBang, apa penyangganya kepala kita?

tanpa pikir panjang saya jawab: leher!!

kakak ketawa sambil bilang: salah!!

sambil menyisipkan kritikan tentang  cara berpikir saya
yang katanya belum benar-benar merdeka dari kerangka 

kacamata kuda anak sekolah

lanjut,
karena saya malas cari jawaban lainnya
maka saya katakan bahwa saya menyerah
tanda agar kakakku bisa secepatnya
menunjukkan jawaban yang benar

lanjut cerita,
di tengah-tengah ketawanya yang masih belum selesai
kakakku membalas begini: yang benar, mata, mBang!!
loh, kok mata??, saya protes karena tak setuju

setelah dibiarkan hening sejenak, 
lantas kakakku membalas lagi:
mBang, coba dipikir ya...
ketika kamu ngantuk atau saat kamu sedang tidur,
apakah lehermu masih berdaya untuk menyangga
beban kepalamu?
saya jawab: tidak berdaya, kak
nah, mBang, berarti sekarang kamu sudah setuju ya
bahwa penyangga sejati kepala kita bukanlah leher
tapi: mata!!

kemudian kakakku melanjutkan lagi sisa ketawanya yang belum selesai
atau lebih tepatnya dalam tanda kutip, kakak melanjutkan "ejekannya" 

yang masih belum selesai...qqqqqq

setelah alasannya itu saya pikir memang rada nyambung, 
akhirnya, saya pun ikutan ngakak bareng kakak...wakakakakakak
 

(Isiup, 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun