Monolog 20: Logika
Fia, anakku, sekarang ayah akan coba memberikan pemahaman tentang hakekat logika melalui cara ayah yang sederhana ini.
Anakku, suatu logika pada awalnya berhubungan dengan suatu keinginan untuk menghitung, mengurutkan, dan membanding-bandingkan antara satu hal dengan hal lainnya. Kemudian untuk mewakilinya diciptakanlah angka, huruf, garis, dan skema. Sesuatu hal dikatakan paling besar jika sesuatu hal tersebut mampu mewadahi yang kecil, dan sesuatu hal dikatakan paling kecil jika sesuatu hal tersebut tak mampu menampung yang besar. Dengan cara berpikir yang mirip sama, wahai anakku, engkau pun  juga bisa menarik pengertian logika dari sesuatu hal yang dikatakan maha besar, maha suci, maha kuasa, maha pengasih, maha penyayang, dan lain sebagainya.
Anakku, terpenuhinya kondisi atas pengertian logika di atas, akan dikatakan logis. Sedangkan sebaliknya dikatakan tidak logis.
Anakku, Filasafia Marsya Ma'rifat, ketika logikamu tidak engkau hadapkan pada alam nyata, maka kelogisan dari logikamu akan lama-lama semakin merapat ke suatu bentuk kerangka yang dinamakan keyakinan. Yaitu suatu kepercayaan yang telah engkau akui kebenarannya meskipun belum engkau buktikan kebenarannya. Dan, ketika engkau bimbang, ragu, sangsi, maka engkau akan melakukan pencarian bukti. Pencarian bukti dengan cara keluar dari ruang imajinasimu menuju ruang kasunyatan. Diantaranya dengan mencocokkan kaedah perilaku angka-angka dengan benda-benda di sekitarnya. Sebagai contoh, ketika engkau ingin membuktikan kebenaran dari apa yang dikatakan oleh Si C bahwa jumlah kambing yang dimiliki Si A lebih banyak daripada jumlah kambing yang dimiliki Si B. Tapi kalau engkau sendiri tidak turun ke lapangan tanpa menghitung sendiri angka-angkanya dan kambing-kambingnya, maka engkau berada dalam kerangka keyakinan. Dan suatu saat engkau akan berhadapan dengan sesuatu hal yang telah ayah sebutkan tadi, yaitu bimbang, ragu, sangsi. Kenapa hal itu bisa terjadi, anakku? yaitu karena keyakinanmu belum engkau hadapkan dengan kasunyatan. Sedangka logika bersifat netral, tergantung engkau akan menguji kebenarannya atau tidak.
Wahai anakku, Fia, kalau tadi pembahasan ayah tentang logika melalui ilustrasi angka dan benda, maka selanjutnya cobalah engkau berlatih logika melalui ilustrasi huruf dan fenomena benda-benda. Setelah engkau memahami, kemudian engkau lanjutkan lagi dengan berlatih logika melalui ilustrasi garis dan karakteristik benda-benda. Terakhir, latihlah logikamu melalui ilustrasi skema dan dinamika jagad raya.
Saran ayah, pergunakanlah otak kananmu seimbang dengan otak kirimu agar utuh pola berpikirmu, setelah itu dengan kendali otak bagian tengahmu  lakukanlah suatu proses analisis dari tesis -- anti tesis untuk menemukan sintesis. Jangan lupa berilah energi kedalam otakmu melalui pengaturan pernafasanmu dan konsentrasimu secara optimal. Nah, kelak, engkau akan mendapatkan manfaatnya, anakku, sayang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H