Mohon tunggu...
Bambang Syairudin
Bambang Syairudin Mohon Tunggu... Dosen - Kilas Balik 2024, Alhamdulillah PERINGKAT #1

========================================== Bambang Syairudin (Bams), Dosen ITS ========================================== Kilas Balik 2023, Alhamdulillah PERINGKAT #1 dari ±4,7 Juta Akun Kompasiana ========================================== Kilas Balik 2024, Alhamdulillah PERINGKAT #1 dari ±5,3 Juta Akun Kompasiana ==========================================

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Monolog 3: Kesunyian

28 Mei 2021   19:00 Diperbarui: 28 Mei 2021   19:01 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi merupakan dokumen karya pribadi (Karya Bambang Syairudin)

Monolog 3: Kesunyian

Anakku, jika suatu saat kesunyian menghampirimu, janganlah lekas-lekas engkau menghindarinya. Ingatlah sesungguhnya engkau sedang diperkenalkan dengan keabadian. Ada baiknya engkau mencari suatu bukti untuk itu. Tapi, sebelumnya engkau harus tahu apa hakekat suatu bukti.
Filasafia Marsya Ma'rifat, anakku, janganlah engkau mencari bukti pada fakta. Karena fakta adalah bagian dari realitas yang selalu berubah. Oleh karena itu, anakku, carilah bukti melalui kejujuran keyakinanmu. 

Mencari bukti pada tempat di luar dirimu hanyalah akan menemukan kesia-siaan belaka, dan keraguan. Hakekat keraguan itulah gelombang, yakni suatu garis yang tak benar-benar lurus. Janganlah engkau mempergunakan suatu alat yang pada alat itu sendiri masih harus engkau buktikan. Filasafia Marsya Ma'rifat, anakku, sekali lagi janganlah engkau mempergunakan suatu alat pencari bukti dimana bukti itu sendiri akan semakin menjauh. Carilah suatu alat pencari bukti, dimana bukti pasti mendekatinya. Dalam kesunyian seluruh semesta bukti akan hadir membuktikan dirinya sendiri, akan bersaksi tentang dirinya.

Mengapa engkau musti merasa sedih ketika kesunyian menghampirimu ? Karena engkau sedang menggunakan kesadaranmu untuk berpisah dengan keramaian. Karena pada realitas keramaian engkau merasa bisa menyembunyikan dirimu.

Jika di tengah kesunyian engkau tiba-tiba menjadi larut, anakku. Segeralah tangkap apa itu hakekat jarak, segeralah tangkap apa itu hakekat waktu. Betulkah keabadian, betulkah suwung? 

Dapatkah engkau mengukur betapa luasnya suwung, dan dapatkah engkau mengukur berapa lamanya keabadian ? Janganlah sampai engkau keliru anakku, tentang hakekat lingkaran, karena hakekat lingkaran adalah kebingungan dan keraguan. Sejarah, era, mode, dan segala sesuatu yang dikatakan universal itu, hakekatnya adalah lingkaran. 

Dan janganlah engkau rancukan pengertian awal tanpa akhir itu dengan lingkaran.
Anakku, Filasafia Marsya Ma'rifat,  kesunyian yang hendak engkau coba hindari itu sudah ada dalam perjumpaanmu dengan dirimu. Dan kesadaranmulah yang menyebabkan engkau seolah-olah telah berhasil menghindari kesunyian. Realitas kesadaranmulah yang menyebabkan engkau merasa seolah-olah sedang hidup. Dan menjadikanmu takut sunyi, takut mati. Padahal perlu engkau ketahui dahulu apa hakekat mati, apa hakekat takut; dan apa hakekat takut mati itu. Renungkanlah itu semua, anakku.

Ketika suatu kesunyian masih senantiasa engkau hindari, sesungguhnya engkau sedang menghindari hakekat dirimu sendiri, hakekat perjumpaanmu, anakku.
Suatu realitas tidak bisa engkau paksakan sesuai kehendakmu, sebagaimana aku dan ibumu akan menjadi tua. Demikian pula, engkau, akan beranjak dewasa, berkeluarga, beranak, dan menjadi tua seperti aku dan ibumu. Siklus kehidupanmu sama dengan siklus kesadaranmu, anakku. Kesadaran indra dan indra kesadaran manusia akan semakin menuju suatu titik hilang atau titik musnah. Itu semua menunjukkan bahwa betapa lemahnya daya kesadaran itu. Jadi jangan biarkan kesadaranmu menipu dirimu sendiri.

Filasafia Marsya Ma'rifat, anakku, ketika engkau masih kanak-kanak dahulu, aku dan ibumu senantiasa ingin melihat engkau dalam keadaan riang. Dan kami jauhkan engkau dari rasa sunyi.Tapi apakah aku dan ibumu berhasil ? Tidak, anakku,....karena kesunyian itu adalah hakekat kita semua, hakekat akuarium kita, dimana kita adalah ikan-ikannya.

Anakku, dalam kesunyian dapatlah engkau temukan hakekat kejujuranmu, dan hakekat keyakinanmu dan kebenaran absolut dirimu.
Anakku, siasatilah realitas kehidupanmu dan realitas kesadaranmu dengan hakekat
kesunyianmu itu. Asuhlah anak-anakmu kelak dengan baik; dampingilah suamimu dengan setia.
Kelak anak-anakmu akan dewasa, dan suamimu serta engkau sendiri akan semakin renta.
Hadapilah problema hidupmu dengan hakekat kesunyianmu itu; dan bantulah problema anak-anakmu, serta suamimu; dengan memperkenalkan hakekat kesunyian mereka.
Pergunakanlah kesadaran dirimu dalam kerangka hakekat kesunyianmu. Ajarilah anak-anakmu untuk mengenal dirinya sendiri, mengenal hakekat dirinya, kemudian mengenalkan hakekat kesunyian dirinya. Pasti kejujuran akan memancar dalam rumah tanggamu, anakku. Karena hakekat kejujuran adalah hakekat kesunyian yang menampakkan diri, yang bersaksi sendiri.
Itulah hakekat kesunyian, anakku. Sebagaimana engkau sendiri telah mengalaminya tanpa engkau bisa menyadarinya, yakni ketika engkau 9 bulan lebih 10 hari berada dalam alam mikro kesunyian rahim ibumu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun