Mohon tunggu...
Bambang Sulestiono
Bambang Sulestiono Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang " Hidup cuma sekali, jadilah manusia yang bermanfaat bagi sesama hamba Nya"

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ironis! Ketika Hukum Tumpul ke Atas dan Tajam ke Bawah

13 Oktober 2023   15:55 Diperbarui: 13 Oktober 2023   16:04 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara hukum yang senantiasa mengutamakan hukum sebagai landasan dalam seluruh aktivitas Negara dan masyarakat. Komitmen Indonesia sebagai Negara hukum pun selalu dan hanya dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen yang mana kondisi hukum di indonesia saat ini lebih sering menuai kritik atas pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakkan hukum, kesadaran hukum, kualitas hukum, ketidak jelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungnya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai aturan.

Hukum Tumpul ke Atas Runcing ke Bawah

Istilah ini mungkin sudah lumrah bahkan sudah menjadi rahasia umum Negara kita tercinta saat ini. Bahwa, hukum di Indonesia timpang sebelah atau dalam kutip “ tumpul ke atas runcing ke bawah “. Maksud dari istilah ini adalah salah satu kenyataan bahwa keadilan di negeri ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas bawah daripada pejabat tinggi. Coba bandingkan dengan para tikus berdasi yang notebenenya adalah para pejabat yang ekonominya kelas atas yang terjerat dengan kasus korupsi dan suap.

Dalam kehidupan sehari hari sering kita jumpai masalah kecil tapi dianggap besar dan terus dipermasalahkan yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan sikap kekeluargaan. Namun, berlangsung dengan persidangan yang dipersulit bahkan menjadi sangat tidak logis. Sementara, diluar masih banyak tikus berdasi yang berkeliaran dengan senang dan santainya menikmati uang rakyat yang acap kali disalah gunakan untuk hal yang bersifat pribadi, bukannya mensejahterakan rakyat namun sebaliknya membuat rakyat menjerit seolah-olah tidak adanya keadilan di negeri ini.

Fenomena ketidak-adilan hukum ini terus terjadi dalam praktik hukum di negeri ini. Munculnya berbagai aksi protes terhadap aparat penegak hukum di berbagai daerah, menunjukkan sistem dan praktik hukum kita sedang bermasalah. (Rahardjo, 2010:17).

Praktik-praktik Penegakkan Hukum

Meskipun secara formal telah mendapat legitimasi hukum (yuridis-formalistik), namun legitimasi moral dan sosial sangat lemah. Ada diskriminasi perlakuan hukum antara mereka yang memiliki uang dan yang tak memiliki uang, antara mereka ada yang berkuasa dan yang tak punya kekuasaan.Keadilan bagi semua hanyalah kamuflase saja.

Namun, realita hukum terasa justru dibuat untuk menghancurkan masyarakat miskin dan menyanjung kaum elit.Penegak hukum lebih banyak mengabaikan realitas yang terjadi di masyarakat ketika menegakkan undang-undang atau peraturan. Akibatnya, penegak “hukum” hanya menjadi corong dari aturan. Hal ini tidak lain adalah dampak dari sistem pendidikan hukum yang lebih mengedepankan positifisme. Penegak hukum seperti memakai kacamata kuda yang sama sekali mengesampingkan fakta sosial. Inilah cara ber”hukum” para penegak hukum seolah seperti tanpa nurani dan akal sehat namun memiliki jiwa yang besar dalam mempertahankan harkat keadilan dalam penegakan hukum negeri ini. (***)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun