Saat ini sudah musim penghujan. Mentari terbit kesiangan. Bersiap menyibak suasana kelam. Mumpung mendung sedang tertidur diam.
Selama masih ada ruang riang, dijalani saja menuju siang. Senang ditemani rintik hujan. Itu bukanlah halangan.
Secangkir teh menghangatkan bibir. Seruput demi seruput, terkadang terasa nglangut. Kekecewaan hati barusan singgah sebentar. Berdegup tenang tiada bergetar. Tidak seperti kemarin. Dada merekah pecah. Terbakar oleh kobaran api cemburu cinta.
Lalu cahayanya mulai meredup. Secangkir teh dan burung menjadi tempat berbagi. Rasa, pikiran, kegembiraan, dan lamunan. Diringkas dan diubah. Maunya dijadikan harapan.
Namun karena kejadiannya baru kemarin, tak mudah menaklukkan ingin. Ku tumpahkan semuanya kepada burung pagi. Â Tetapi tetap tersisa rasa nyeri.
Burung pagi lalu  berkicau. Seakan tahu beban hatiku saat ini. Ia tak mau terbang, sebelum aku ikut bernyanyi. Katanya itu pereda beban,  di saat hati sedang  kacau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H