Dendang dahlia, walau membelukar, indahnya ada. Tebar pesona, hampar tiada tara, subur jiwanya. Di taman ini, ia bereksistensi, ingin lestari.
Di gerah hati, cenderung ingin congkrah, dendam merekah. Swara mengerang, lalu hilang di pandang, ditekuk bayang. Terkadang rebah, menggelepar di tanah, resah gelisah.
Menjadi bunga, dikira gampang saja, segala bisa. Itu dugaan, sulit menjadi kembang, mekar mewangi. Dahlia itu, akarnya pun berbonggol, berwarna warni.
Ikhlas selalu, keharuman disebar, tanpa bercitra. Dendam sembunyi, sangat dalam sekali, benamkan iri.
Bersinar indah, di pancaran mentari, yang tersembunyi. Harum dahlia, kan slalu menyertai, pagi ke pagi.
"Tumindak luhur, wangi angawur-awur, budi kang luhur . Â Kalangan jembar, wangi angambar ambar, greget kang anyar".
Bunga dahlia, tetaplah memesona, mampu berkaca. Insan mulia, wajib tebar aroma, lestari lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H