Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menyedot Kenikmatan Semu

19 Oktober 2022   07:04 Diperbarui: 19 Oktober 2022   07:13 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi koleksi Besubroto

Kebaikan hati dengan sifat koruptif terkesan  nyaman berdampingan. Tetapi di jagad pencitraan segalanya mungkin terjadi. Sama saja kebijaksanaan dan kedunguan. Di sini dan di sana, masing-masing bertujuan. Panas bisa jadi mendahului dingin. Begitu juga sebaliknya.

Orang yang bijaksana itu mengalir mengikuti air. "Ngeli nanging ora keli". Ini bukanlah plin-plan. Karena prinsip utama masih dipegang.

Terkadang sangatlah lurus. Bisa juga menikung, tapi tetap mengapung. Terantuk tebing tidak berpaling. Muara jernih, menjadi tujuan terpenting.

Ibarat warna, kebajikan itu bernuansa putih. Abu-abu hanya pantulannya saja. Hakikat tetap dipegang erat. Berpersepsi baik terhadap segala sesuatu.

Tapi kelengahan pandai menyusup. Hidup yang kotor tetap berdenyut dan berdegup. Kejahatan lebih menarik hati. Karena cepat mendapat hasil, hingga sangat banyak sekali.

Eksistensi dan esensi berbatas kabur. Penuh dengan sedotan asap kenikmatan, yang memenuhi belantara umur. Duri seakan lebih wangi. Padahal tugasnya hanya melindungi.

Proses yang alami itu tidak elok dipakai untuk berakrobat. "Alam kuwi ora ngajari akrobat mlumpat. Natura non facit saltum". Kok ingin cepat dahsyat, dengan cara yang sama sekali tidak terhormat.

Kenikmatan itu enak untuk disedot-sedot. Asapnya lalu dihembuskan ke sekeliling. Tak peduli akan menjadi penyebab sekitarnya pening.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun