Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Misteri Cinta yang Tidak Buta

6 Oktober 2022   03:51 Diperbarui: 6 Oktober 2022   03:52 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya Rene Magritte "The Lovers" tahun 1928  - Bersumber dari twitter Rene Magritte

Cinta itu misteri. Penuh tanda tanya, banyak hal yang tersembunyi. 

Misterius, tak tahu kapan datang dan kapan pergi. Ditatap terasa gelap. Sering menjadi asing dan samar. Tadinya akan dihadapi tanpa gentar. Tapi ilusi itu mampu membalikkan rasa. Dari hingar bingar, menjadi gemetar.

Cinta yang sedang membuta mustahil bercermin. Maunya hanya mencari air keruh. Di sana puas dengan tatapan kisruh. Mendadak tak lagi pandai berdandan. Lalu semua cermin disalahkan.

Tapi anehnya, masih saja ingin bermata langit. Melihat dari atas, maunya  memberi warna terhadap suasana. Siapa tahu keindahan akan datang. Lalu mampu memperbaiki hubungan.

Adakah  keberanian untuk kehilangan? Rasanya belum. Tapi hati masih optimis untuk menyatukan hubungan yang sedang rawan.

Di awal musim penghujan ini, tak mungkin semesta kehilangan rintik. Jika nanti hujan menderas, masih mungkin berpayung satu. Sambil mengikuti aliran air yang meresap ke dalam bumi yang tidak menentu.

Semoga tidak terjadi banjir bandhang. Meluluhlantakkan segala, lalu bersama kembali ke tanah. 

Cinta itu misteri. Walau berdekatan wajah, belum tentu mampu membuat hati sumringah. Seperti menghadapi karang. Anti kalah, maunya menang. Walau burung laut terbang bersliweran, gua itu makin terasa sunyi. Sudah kehilangan penghuni lagi.

Rasanya sudah tiada semangat untuk menjadi pendengar yang baik. Kemampuan  berempati hilang. Yang tersisa tinggal egoisme yang meradang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun